REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Pekanbaru mengimbau pada seluruh masyarakat untuk cerdas memilih makanan buka puasa saat Ramadhan. Imbauan itu terkait masih maraknya zat berbahaya yang terdapat pada makanan.
"Banyak bahan berbahaya yang sering disalah gunakan oleh masyarakat atau pelaku ekonomi untuk mengolah makanan," ujar Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Pekanbaru, Adrizal, dalam temu wicara di aula Dinkes Riau, Pekanbaru, Jumat (3/6).
Pada kesempatan konferensi pers oleh Dinas Kesehatan Riau dan BBPOM tersebut tujuannya, mengingatkan bakal banyaknya beredar makanan pembuka puasa seperti siap saji, kalengan, ataupun makan olahan yang beredar di pasaran
"Seperti Rodhamin B yang banyak digunakan pelaku usaha pada terasi. Lalu boraks dipakai sebagai bahan tambahan pada tahu dan mie. Sedangkan formalin banyak yang mempergunakannya pada ikan," ungkapnya.
Dikatakannya, meskipun pihaknya sudah mengimbau kepada pedagang, bahkan dengan menyita barang jualan, namun pelaku banyak menggunakannya secara diam-diam.
Pada tahun 2015 berdasarkan pengawasan di enam kabupaten/kota provinsi Riau banyak temuan-temuan makanan berbuka puasa yang memakai bahan yang berbahaya, seperti pada es rumput laut, mie goreng, delima, cendol sagu pink, cendol mutiara, ikan kembung, santan es doger, dan lain sebagainya.
"Dari 371 sampel yang diuji BBPOM Riau ada sebanyak 16 persen atau 58 sampel yang positif terindekasi memakai bahan berbahaya pada makanan," tambahnya lagi.
Dikatakannya dari 58 sampel yang positif tersebut, 86 persennya mengandung Rodhamin B atau 50 sampel, 5 sampel atau 9 persennya terkandung formalin, dan 3 sampel terdapat boraks.
Katanya, pada Ramadhan tahun ini pihaknya akan kembali melakukan pengawasan terhadap pasar-pasar yang menjual makanan buka puasa seperti tahun sebelumnya. Kemudian Ia mengingatkan bahwa bahan-bahan berbahaya pada makanan bisa merusak lambung, fungsi hati, ginjal, dan menyebabkan kanker.
Berdasarkan Undang-undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan bahwa kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, serta benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan sehingga aman untuk dikonsumsi.