Jumat 03 Jun 2016 22:12 WIB

Disinggung Soal Pelanggaran HAM di Xinjiang, Cina Marah

Red: Ilham
juru bicara Departemen Luar Negeri Cina, Hua Chunying.
Foto: www.fmprc.gov.cn
juru bicara Departemen Luar Negeri Cina, Hua Chunying.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina menunjukkan kemarahannya dengan meminta Amerika Serikat agar menghormati kebijakan negara itu melawan pihak, yang disebut Beijing militan, di wilayah barat Xinjiang. Sikap Cina ini muncul setelah Washington menyampaikan kekhawatiran akan rendahnya transparansi kampanye antiteror Cina.

Ratusan orang tewas dalam kerusuhan beberapa tahun terakhir di Xinjiang, tempat yang dihuni masyarakat Muslim Uighur. Beijing menyalahkan kerusuhan itu disebabkan oleh militan dan separatis Islam, walaupun grup pembela Hak Asasi Manusia (HAM) mengungkap kekerasan itu adalah reaksi dari kebijakan represif Cina.

Cina menyatakan, Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM) sebagai dalang di balik kerusuhan itu. Namun banyak ahli mempertanyakan keberadaan ETIM, dan kalaupun ada bukanlah kelompok militer yang kuat.

Kementerian Luar Negeri AS dalam laporan tahunannya terkait terorisme di seluruh dunia mengungkap lemahnya transparansi atau informasi dari Cina terkait insiden yang disebut Beijing sebagai aksi terorisme. Lembaga itu menyatakan kerja sama untuk melawan terorisme di Cina terbatas.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying menyatakan, negaranya tidak puas dengan laporan tentang Cina yang kurang akurat. Ia turut menyesalkan adanya evaluasi kurang objektif atas kerja sama melawan terorisme.

"Kami tidak dapat menerima laporan yang kurang dipikirkan terkait kebijakan antiterorisme di Cina dan negara lainnya oleh Amerika Serikat," katanya dalam pengarahan berita harian.

Menurut Hua, Cina dan AS diketahui sepakat menempatkan ETIM sebagai bagian dari kelompok teroris dalam pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). "Perhatian utama Cina dalam aksi antiteroris adalah menembus pertahanan ETIM sebagai pasukan teroris Turkistan Timur. Kami meminta negara terkait dapat sungguh-sungguh menghormati misi tersebut."

Negara-negara barat sudah lama tak berbagi data intelijen dengan Cina. Pasalnya, negara itu dianggap memiliki sedikit bukti atas keberadaan ETIM dan mengkhawatirkan adanya pelanggaran HAM di Xinjiang.

Kementerian Luar Negeri AS juga mengkritisi sikap Cina membatasi pilihan beragama di Xinjiang, salah satunya larangan penggunaan hijab bagi perempuan Muslim. "Banyak kebijakan pemerintah Cina yang mungkin dapat mempertajam tensi antaretnis di Xinjiang, juga dapat berujung pada meningkatnya kasus kekerasan kaum ekstrimis," katanya.

Cina menolak dengan keras anggapan adanya pelanggaran HAM di Xinjiang. Pekan ini, pemerintah Cina mengungkap tidak ada diskriminasi agama di Xinjiang. Mereka juga menyatakan tidak akan mencampuri momen berpuasa kaum Muslim pada Bulan Ramadhan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement