REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak 1 April 2016 telah mengenakan denda 2,5 persen bagi penunggak premi yang menjalani rawat inap di rumah sakit dalam berbagai daerah di Tanah Air.
"Denda sebesar 2,5 persen tersebut berasal dari total biaya perawatan, dikenakan dalam kurun waktu 45 hari sejak pelunasan biaya rawat inap," kata Kepala BPJS NTT Frans Parera di Kupang, Sabtu (4/6).
Ia mengatakan denda bagi penunggak premi BPJS tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Pepres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, yang merupakan revisi kedua dari Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Dia mencontohkan jika tidak membayar premi selama tiga bulan untuk paket kelas I sebesar Rp 80 ribu per bulan, maka biaya perawatan rumah sakit bagi pasien bersangkutan sampai sembuh sebesar Rp 50 juta.
"Karena itu, saat ia melunasi ongkos rawat inap, harus membayar 2,5 persen ditambah Rp50 juta dan ditambah lagi tunggakan tiga bulan tersebut," kata Pareira menjelaskan.
Ia mengatakan penerapan denda tersebut, karena BPJS telah berkomitmen untuk memberikan pelayan terbaik bagi peserta terutama ketika harus berhadapan dengan biaya pengobatan penyakit biasa hingga penyakit mematikan.
Ia menyebut data dari Kementerian Kesehatan bahwa sebanyak Rp 13,39 triliun atau 23,9 persen dari dana pelayanan kesehatan selama 2015 dihabiskan untuk membiayai pasien dengan penyakit katastropik, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke.
"Penyakit ini mendominasi pelayanan kesehatan yang seharusnya mendorong kesadaran kita bersama untuk melakukan penguatan lebih ke hulu terutama promotif dan preventif," katanya.