REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) seperti biasa dilibatkan dalam penentuan awal 1 Ramadhan. Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mempersiapkan pengamatan dan perhitungan sebaik mungkin untuk dipaparkan dalam sidang isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) besok, Ahad (5/6).
Setidaknya, ada dua metode penentuan masuknya awal bulan hijriah, yakni rukyatul hilal dan hisab. Lapan, kata Thomas, berusaha mengakomodasi keduanya.
Thomas mengatakan di sejumlah daerah tim Lapan sudah siap menggelar rukyat hilal. Di samping itu, Lapan juga sudah menyediakan sejumlah data terkait hasil hisab.
“Lapan tak ada persiapan khusus (untuk sidang isbat). Hanya turut mencerdaskan umat dengan memberikan info terkait hasil hisab. Lapan Garut dan Pasuruan mengadakan rukyat hilal bersama Kantor Kemenag dan pengamat hilal setempat,” ujar Thomas Djamaluddin saat dihubungi, Sabtu (4/6).
Lapan menggunakan aplikasi Accurate Hijri Calculator (AHC) yang dikembangkan Abdul Ro’uf, pakar fisika dari Universitas Brawijaya. Posisi bulan saat matahari terbenam pada 5 Juni 2016 di Palabuhan Ratu, Jawa Barat, yakni tinggi bulan 3°40`, elongasi 5°54`, dan umur bulan tujuh jam 45 menit.
Dia menjelaskan, kriteria wujudul hilal yang dipakai Muhammadiyah menunjukkan hasil yang sama dengan hasil kriteria MABIMS, ketinggian bulan dua derajat yang dipakai Nahdlatul Ulama (NU) untuk tahun ini. Pada saat maghrib 5 Juni 2016, bulan telah memenuhi kriteria sehingga ditetapkan awal Ramadhan 1437 hijriyah jatuh pada Senin, 6 Juni 2016.
“Tetapi menurut kriteria Hisab-Rukyat Indonesia (kriteria Lapan 2010, digunakan oleh Persis), pada saat maghrib 5 Juni 2016, bulan belum memenuhi kriteria awal bulan. Jadi 1 Ramadhan 1437 (hijriah) jatuh pada 7 Juni 2016,” tulis Thomas Djamaluddin dalam pemaparannya kepada Republika.co.id.
Bagaimanapun, lanjut Thomas, kepastian awal Ramadhan harus menunggu hasil sidang isbat Kemenag besok.
Baca: Kemenag Amati Hilal di 33 Titik