REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendapatkan kesempatan beribadah Ramadhan di Tanah Suci merupakan impian semua umat Islam di Indonesia. Bagi Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad, kesempatan berharga itu dapat ia rasakan hampir setiap tahun.
Sebagai pemimpin asosiasi haji dan pemilik biro umrah, tentunya kesempatan tersebut terbuka bagi Baluki. Ia mengatakan, setidaknya dalam satu bulan Ramadhan, satu minggu di pertengahan atau di akhir Ramadhan ia menyempatkan diri ke Tanah Suci.
Menurut dia, ada kenikmatan tersendiri menjalankan ibadah Ramadhan di Tanah Suci. Walau hampir setiap tahun, itu tidak lantas mengurangi kualitas dan kekhusyukan ibadahnya.
Sebab, berdasarkan interaksinya dengan beberapa jamaah. Ada yang hampir setiap Ramadhan berkunjung ke Tanah Suci, hanya menjadi rutinitas sehingga menurunkan kualitas dan kekhusyukan ibadah Ramadhannya.
"Mereka beribadah di Tanah Haram awalnya mencari keutamaan. Namun, karena rutinitas, mengurangi keistimewaannya," kata dia.
Walau, diakuinya, semua orang mengalami pengalaman berbeda. Bagi ia pribadi, suasana khusyuk itu tetap ada, walaupun hampir setiap Ramadhan mengunjungi Tanah Haram. Kekhusyukan itu ia rasakan terutama saat beribadah di malam hari.
"Saya selalu merasakan Ramadhan di sana akan lebih fokus." Sebab, hampir semua orang pada malam hari di sana menghentikan aktivitas hanya untuk ibadah, baik qiyamul lail maupun membaca Alquran. Ini tentunya berbeda dengan suasana di Tanah Air, di mana siang hingga malam hari selama Ramadhan, umat Islam tetap disibukkan dengan aktivitas kerja.
Ramadhan di Tanah Haram juga memudahkannya mencapai target ibadah sunah. Seperti mengkhatamkan Alquran dan memperbanyak qiyamul lail. Semua karena suasana yang lebih khusyuk dan waktu yang lebih luang sehingga memudahkannya memperbaiki kualitas ibadah. Suasana yang sulit tercapai ketika Ramadhan di Tanah Air.
"Kalau di Tanah Air, membagi waktu secara ketat merupakan kunci agar aktivitas ibadah dan pekerjaan tidak saling mengganggu," ujar dia.
Baluki juga memiliki kiat membagi waktu saat Ramadhan. Baginya, ketika tiba waktu untuk ibadah Ramadhan, tidak ada toleransi. Aktivitas ibadah baik shalat berjamaah atau membaca Alquran harus tetap dijalankan. Walaupun di sela waktu pekerjaan, harus dipaksakan untuk menyempatkan diri beribadah.
Selain membagi waktu untuk ibadah, hal lain yang tidak dilewatkan adalah menjaga kodisi fisik selama Ramadhan. Diakuinya membagi waktu antara aktivitas malam dan siang adalah kunci utama. Artinya aktivitas kerja tidak dilakukan di malam hari selama ramadhan. Dan menjaga pola makan tentu menjadi hal utama bagi pria yang telah berusia lebih dari setengah abad ini.