REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengoptimalkan data nasabah perbankan yang menggunakan kartu kredit sebagai salah satu acuan DJP dalam menyesuakan laporan surat pemberitahuan (SPT). Dari data ini, DJP bisa mensinkronkan apakah dana yang dikeluarkan seorang nasabah perbankan telah sesuai dengan yang dilaporkan.
Direktur Teknologi Informasi Perpajakan DJP Harry Gumilar mengatakan, dari 23 perbankan yang bekerja sama dengan DJP, sudah 22 bank yang menyerahkan laporan nasabah dalam negeri yang menggunakan kartu kredit. Dari 22 bank, baru tiga bank yang datanya telah rampung dan sesuai dengan data yang diminta oleh DJP. Empat bank sedang dilakukan pengecekan, sedangkan 15 bank lain sudah menyerahkan laporan namun datanya tidak lengkap.
"Ada satu bank lagi meminta penundaan untuk menyerahkan data nasabahnya," ujar Harry dalam jumpa pers di kantor DJP, Jakarta, Selasa (7/6).
Harry menjelaskan, untuk bank yang belum sesuai dalam memberikan data nasabah kartu kredit, DJP tidak akan memberikan sanksi. Walaupun DJP memberikan tenggat waktu dalam penyerahan ini. Awalnya DJP memberika jangka waktu hingga 31 Mei, tetapi dengan adanya perbaikan data yang dilakukan perbankan, maka DJP memberikan waktu tambahan dua pekan setelah penyerahan data kembali dari DJP.
Penyerahan data dari bank sejauh ini masih menggunakan sistem manual yaitu memakai flashdisk atau CD yang di dalamnya terdapat data nasabah. Setelah dilakukan pengecekan, data ini kemudian akan dihancurkan sehingga tidak ada pihak lain selain DJP yang mengetahui jumlah transaksi nasabah perbankan melalui kartu kredit.
Direktur Penyuluhan, Pelaksanaan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama kembali mengingatkan bahwa pemberiaan data nasabah kartu kredit dari perbankan ke DJP sudah sesuai dengan peraturan yang tercantum di Peraturan Menteri Keungan (PMK) 39 serta Undang-undang Ketentuan Umum Perpanjakan (KUP) 35a, yaitu dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Data kartu kredit yang dilaporkan kepada DJP hanya akan dilihat yang diperlukan untuk perpajakan saja. DJP tidak akan menelusuri data lain karena telah ditentukan bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Sehingga data kartu kredit yang ada di DJP dijamin kerahasiannya.
"Data kartu kredit ini hanya untuk mengawasi kepatuhan perpajakan. Fungsinya sebagai pembanding dalam SPT. Jadi sepanjang seluruh penghasilan pengguna kartu kredit tersebut sesuai SPT dan wajar itu nggak masalah," kata Hestu.
Hestu menjelaskan, jika ada data penggunaan kartu kredit yang terlampau tinggi dari penghasilan nasabah, itu tidak serta merta membuat DJP akan mengenakan pajak tambahan. Penetapan pajak akan didahului dengan klarifikasi atau imbaun serta konseling dari DJP, atau perbaikan SPT jika memang nasabah yang bersangkutan memiliki penghasilan sesuai dengan penggunaan kartu kredit.