REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedoman rumah tahan gempa dan peta rawan gempa harus menjadi acuan pembangunan perumahan untuk mencegah kerusakan dan korban akibat gempa bumi. Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho.
"Pedoman rumah tahan gempa dan peta rawan gempa belum banyak dijadikan acuan dalam pembangunan perumahan," kata Sutopo dalam siaran pers tertulis, Rabu (8/6).
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya adanya korban gempa bumi bukan karena gempa itu sendiri melainkan karena tertimpa reruntuhan bangunan yang rusak. Menurutnya bangunan-bangunan rumah dan fasilitas umum di Indonesia secara umum belum dibangun dengan konstruksi tahan gempa.
"Tukang-tukang bangunan juga banyak yang belum paham tentang konstruksi rumah tahan gempa sehingga saat membangun juga belum memasukkan kaidah-kaidah rumah tahan gempa," kata dia.
Sutopo juga menjabarkan alasan lain tidak diterapkannya bangunan rumah tahan gempa dikarenakan alasan ekonomi mengingat biaya rumah tahan gempa yang relatif lebih mahal dibandingkan rumah biasa.
Rumah yang tahan gempa memiliki struktur kaku seperti beton bertulang yang jika dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa. Selain itu kolom-kolom dan balok pengikat yang kuat serta ditopang oleh pondasi yang baik akan dapat mengurangi kerusakan akibat gempa.
Oleh karena itu dia mengimbau masyarakat berdomisili di wilayah gempa yang selalu berulang untuk menyiapkan diri dalam mengantisipasi gempa bumi.
"Ini adalah tantangan kita bersama bagaimana mengimplementasikan pengetahuan gempa menjadi sikap dan perilaku. Perlu upaya semua pihak agar kerentanan masyarakat menghadapi gempa dapat dikurangi," jelas dia.