REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung tahun 2011 menyebutkan lahan pemakaman di Bandung akan habis dalam waktu 9 tahun. Perkiraan ini merujuk pada rara-rata kematian warga yang meninggal dan dimakamkan di kota Bandung sejumlah 6.600 jiwa per tahun. Alhasil, lahan pemakaman yang dikelola Pemkot Bandung seluas 1.461.508 meter persegi akan habis kurang dari 9 tahun.
Taman Wakaf Pemakaman Muslim Firdaus Memorial Park mencoba menjaid alternatif solusi dari masalam ini. Menginjak tahun ketiga sejak peluncurannya 7 Desember 2013 lalu, Taman Wakaf Pemakaman Muslim Firdaus Memorial Park per Januari lalu sudah dihuni 53 Jenazah. Sebanyak 17 jenazah di antaranya berasal dari kalangan tak berpunya. Selebihnya berasal dari para Wakif (Pewakaf) dan keluarga. Bahkan, jenazah pertama yang dimakamkan di Firdaus Memorial Park berasal dari kalangan dhuafa.
Asep Irawan, Direktur WakafPro 99–Sinergi Foundation yang merupakan organisasi nirlaba penggagas sekaligus pengelola Taman Wakaf Pemakaman Muslim Firdaus Memorial Park (FMP) mengatakan selain tingginya biaya pemakaman yang menjadi permasalahan pemakaman di Indonesia, banyak faktor lain yang juga cukup berpengaruh, dan penting untuk dipikirkan solusinya.
Menurut Asep, FMP dihadirkan sebagai upaya bersama untuk menjawab problematika tadi. Bagi kalangan dhuafa, misalnya, 24 Jam tim FMP siap melayani, mulai dari prosesi memandikan, mengafani, menyalatkan, hingga memakamkan, plus penyediaan lahan pemakaman itu sendiri, murni cuma-cuma tanpa ada pungutan dalam bentuk apapun.
FMP berada di kawasan terpadu ‘Firdaus Park’ di Desa Ciptagumati dan Desa Mandalamukti Kec. Cikalong Wetan Kab. Bandung Barat. Dari total target 31 hektare, kata Asep, Saat ini 8,2 ha lahan di antaranya telah dibebaskan. Khusus untuk pemakaman, 1,5 Hektar lahan yang terdiri dari 337 Kavling Liang lahat berkapasitas 1.011 Jenazah, siap huni, kini telah terisi 56 Jenazah.
“Dalam masterplan, ditargetkan untuk alokasi pemakaman mencapai 20 hektar, terdiri dari 10 ribu kavling liang lahat untuk pewakaf dan 10 ribu kavling untuk dhuafa, dengan kapasitas mencapai 60 ribu jenazah, karena satu liang lahat bisa memuat 3 jenazah. Sementara untuk kawasan Pertanian, Peternakan dan kawasan hijau, baru 1 hektar lahan yang kini tengah digarap,” kata Asep.
Pengurus Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Jabar Achmad Firmansam Bastaman, dalam artikelnya ‘Optimasi Pemakaman Muslimin sebagai RTH Potensial di Perkotaan’ menuliskan keterbatasan lahan serta tingginya harga lahan di perkotaan merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari. Ketersediaan lahan kosong di perkotaan saat ini, termasuk untuk pemakaman, dapat dikategorikan sebagai barang langka yang sulit di peroleh sekalipun dengan dana yang besar.
Keterbatasan lahan makam kadang memaksa tanah pemakaman digunakan lebih besar dari kapasitasnya. Dia cukup prihatin dengan pemakaman yang melebihi kapasitas maksimalnya. Sebab hal ini menyebabkan tidak tersedianya sirkulasi pejalan kaki yang memadai.
Kurangnya pohon pelindung menyebabkan pemakaman tidak dapat memberikan kenyamanan pada pengunjungnya. Padahal tidak jarang pengunjung harus berjalan sangat jauh untuk mencapai kuburan kerabatnya. Tak jarang, pengunjung juga terpaksa harus menginjak makam satu dengan lainnya, di tengah teriknya sinar matahari. Belum lagi bagi mereka yang tak berpunya, biaya termasuk penyediaan lahan pemakaman menjadi masalah tersendiri. Dana yang mencapai jutaan rupiah harus disediakan untuk dapat memakamkan sanak saudaranya dengan layak.