REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemecatan pegawai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang salah menulis nama Komisi Pembentarasan Korupsi (KPK) dinilai terburu-buru. Masih ada sanksi lain yang bisa diberikan selain pemecatan.
“Misalnya kenaikan pangkatnya ditunda atau dipindahkan ke level paling bawah, kalau dipecat itu berlebihan,” ujar Direktur Eskseutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti kepada Republika.co.id, Kamis (9/6).
Dia membandingkan kasus salah tulis tersebut dengan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan pegawai negeri. Kemendagri tidak langsung memecat pegawai negeri yang terlibat korupsi dan beralasan menunggu hingga adanya kekuatan hukum tetap. Sikap tersebut benar, namun jika dibandingkan dengan kasus salah tulis KPK, keputusan yang diambil Kemendagri terkesan permisif. “Kasus yang tidak terlalu fatal, tapi Kemendagri langsung memecat,” kata dia.
Meski begitu, Ray melihat kasus salah tulis tersebut tidak masuk akal dan terdengar lucu. Apakah itu murni salah ketik dan di alam bawah sadar, tak ada yang mengetahuinya. Namun kesalahan tersebut cukup bermasalah mengingat yang melakukannya berada di lingkup pejabat negara.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo langsung memberhentikan dengan tidak hormat salah satu stafnya yang salah menulis undangan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam undangan dari Menteri Dalam Negeri kepada KPK tersebut tertulis "Komisi Perlindungan Korupsi".