REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo mengakui adanya kekeliruan dalam pengiriman surat lembaga kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
"Ini kesalahan saya yang tidak memberikan kontrol, khususnya nama instansi yang tidak dilihat lagi. Ini otomatis menjadi tanggung jawab saya yang seharusnya memberikan arahan dan pembinaan di jajaran Ditjen Polpum," kata Soedarmo, di Jakarta, Kamis.
Dia menyatakan, tidak ada unsur kesengajaan dalam menuliskan nama instansi KPK tersebut. Sehingga dugaan sabotase sebagaimana dikatakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo adalah tidak benar.
Label surat yang berisi informasi dan laporan resmi dari Kemendagri kepada KPK tersebut ditulis oleh pegawai honorer yang baru tiga bulan bekerja di lingkungan Ditjen Polpum Kemendagri.
Surat tersebut rupanya tidak diteliti kembali oleh pegawai negeri sipil bagian administrasi di Ditjen Polpum. Sehingga kesalahan penulisan oleh karyawan outsourcing tersebut lolos hingga diterima KPK.
"Itu staf outsourcing atau honorer yang menulis. Staf kami ini memang belum paham betul terkait masalah KPK, sehingga terjadi kesalahan yang seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi Perlindungan Korupsi," kata Soedarmo.
Baca juga, Kemendagri Pegawai yang Salah Tulis Surat ke KPK Staf Honorer.
Surat dari Mendagri yang diterima KPK pada 7 Juni 2016 tersebut, berisikan laporan terkait isu-isu aktual yang setiap pekan selalu dikirimkan Kemendagri kepada beberapa instansi pemerintahan. Akibat kelalaian itu, staf honorer tersebut mendapat sanksi pemberhentian dari Kemendagri supaya menjadi pembelajaran bagi staf lain.