REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Restorasi Gambut (BRG) akan melakukan verifikasi kepada perusahaan pemegang konsesi setelah peta restorasi gambut rampung dibuat. Kepala BRG Nazir Foead menargetkan proses tersebut rampung dalam 1-2 pekan ke depan.
"Kita juga akan bicara dengan Gapki dan APHI (asosiasi pengusaha sawit-red), data-data yang sudah kita susun dengan sumber pemerintah akan dicocokkan dengan data perusahaan," kata dia, Kamis (9/6).
Jika perusahaan tidak memberikan data-data secara transparan, maka BRG akan tetap bekerja mengacu pada data yang sudah ada. Dia mengatakan agenda restorasi harus mengacu pada desain besar Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Langkah lainnya dalam melanjutkan agenda restorasi gambut yakni memetakan ulang 438 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) serta melakukan zonasi dan rezonasi fungsi budidaya dan lindung. BRG juga melakukan pembasahan gambut dengan membangun berbagai konstruksi sekat kanal, menimbun kanal atau membangun sumur bor untuk pencegahan kebakaran gambut.
Dilakukan pula penataan ulang pengelolaan lahan gambut terbakar, melakukan supervisi dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur restorasi gambut di lahan konsesi, melakukan edukasi, sosialisasi dan kemitraan dengan Program Desa Peduli Gambut.
Koordinasi intensif juga akan terus dibangun dengan KLHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta pemerintah di tujuh provinsi yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat ran Papua.
Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG Budi S. Wardhana menyebutkan sejumlah perusahaan yang kawasan gambutnya paling banyak akan direstorasi. Ia di antaranya PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang harus merestorasi lahan gambut seluas 95 ribu hektare. "Luas konsesi HTI BMH ada 254.202 hektare di mana lahan seluas 191 ribu ha atau 75 persen berada di areal gambut dalam," katanya.
Perusahaan selanjutnya yakni PT Bumi Andalas Permai dari luas konsesi 193 ribu hektare. BRG menetapkan lahan gambut seluas 91,5 ribu hektare yang harus direstorasi perusahaan, namun tidak bagian dari lahan konsesi yang harus dimoratorium. Adapun PT Riau Andalan Pulp and Papper (RAPP) Aharus merestorasi 27 ribu hektare lahan konsesinya. Total konsesi yang dikantongi RAPP sebanyak 312 ribu ha dan yang harus dimoratorium 53 ribu ha.
"Tapi RAPP sudah terdeteksi telah mengelola 90 ribu hektare lahan konsesinya secara baik," ujarnya. Nantinya, semua data-data tersebut akan diverifikasi dengan perusahaan terkait untuk selanjutnya dilakukan agenda restorasi secara nyata.
Di sisi lain, lanjut dia, BRG menemukan 25 ribu hektare areal di kawasan budidaya dengan izin yang tumpang tindih. Sementara, terdapat 1,1 juta hektarr areal bergambut di kawasan budidaya, tapi belum ada izin yang sah, izin belum teridentifikasi dan atau lahan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan restorasi gambut, pemerintah akan melakukan rezonasi. Di mana sebagian kawasan budidaya akan dijadikan kawasan lindung. BRG memperkirakan pengalihan fungsi lahan gambut budidaya ke fungsi lindung sekitar 800 ribu hektare.