REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan bom kembali di Turki, Selasa (7/6) waktu setempat. Kali ini serangan bom itu berupa bom mobil yang meledak di dekat Stasiun metro Vezneciler, Kawasan Beyazit, Istanbul. Ledakan bom itu pun terasa hingga radius kurang lebih dua kilometer.
Serangan itu memperpanjang serangan teror bom yang terjadi di Turki. Setidaknya, serangan teror bom sudah tiga kali terjadi di Turki pada tahun ini.
Berdasarkan sejumlah serangan teror bom itu, Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Dunia Islam (PKTTDI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Hery Sucipto, menilai, ada pergeseran pola dan target dari serangan teroris tersebut. Menurut dia, saat ini para kelompok teroris sudah menargetkan aparat keamanan sebagai sasaran serangan bom.
Dalam serangan bom mobil yang terjadi di Turki, setidaknya 11 orang meninggal dunia, tujuh orang di antaranya adalah aparat keamanan. ''Bom mobil di Istanbul menargetkan aparat. Ini mirip dengan di Jakarta. Target fasilitas publik tetap menjadi sasaran kelompik teroris, seperti stasiun kereta dan pusat perbelanjaan, tapi belakangan ini lebih ditargetkan kepara aparat keamanan,'' kata Hery di Jakarta, Kamis (9/6).
Tidak hanya itu, pola yang dipakai para teroris juga mengalami pergeseran. Sebelumnya, para pelaku teror melakukan aksi bom dengan pengendali jarak jauh (remote control). Namun, pola itu mulai berubah.
Menurut Hery, saat ini para pelaku teror menggunakan pola bom bunuh diri. Pola ini pun dinilai jauh lebih berbahaya lantaran kuatnya muatan ideologinya.
Lebih lanjut, Hery menyebut, pola bom bunuh diri ini kerap digunakan oleh kelompok dan pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ''Janji (untuk pelaku) bom bunuh diri itu langsung masuk surga, tak ada tawaran lagi. Jadi sangat bulat. Ini logika ideologi yang bermain dan tak bisa dilawan maupun dicegah. Kalau bom remote masih bisa dikendalikan dan dicegah, meski tak selalu ada jaminan juga. Tapi bom bunuh diri jauh lebih berbahaya dan mengerikan,'' kata Hery, yang juga menjadi staf khusus Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut.