REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk memangkas anggaran di tiap kementerian dan lembaga akibat menurunnya penerimaan negara. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun menegaskan, pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga ini pun tentunya akan mempengaruhi sejumlah program kerja pemerintah.
"Ya pasti, pasti ada yang terganggu tapi yang penting bukan yang sangat prioritas. Tidak mungkin tidak. Ini dilema karena kalau tidak diturunkan maka pemerintah melanggar UU," kata JK saat memberikan keterangan pers di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/6).
Ia menjelaskan, pemerintah harus menurunkan anggaran rutin, perjalanan dinas, iklan, dan lainnya akibat pemangkasan anggaran K/L. Kendati demikian, JK menegaskan pemerintah akan menekan dampak pemangkasan anggaran ini seminimal mungkin. Ia menegaskan, kebijakan ini tidak akan mempengaruhi program pembangunan infrastruktur pemerintah.
"Tentu efeknya adalah ada sektor-sektor yang selama ini dianggarkan tentu harus dikurangi...Tapi juga memang tidak lepas juga daripada beberapa program tapi bukan program infrastruktur," kata dia.
Pemangkasan anggaran di tiap kementerian dan lembaga inipun menyesuaikan kondisi dan perkembangan ekonomi dunia. JK mengatakan, akibat penerimaan yang menurun, pemerintah terpaksa harus menurunkan jumlah pengeluaran negara.
JK mengatakan, berdasarkan undang-undang, defisit pengeluaran anggaran negara pun tidak boleh melebihi tiga persen dari GDP. "Karena kalau tidak defisitnya bisa lebih dari tiga persen. Itu melanggar UU," kata JK.
Terkait pemotongan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, JK menilai hal itu wajar. Pemerintah pun tetap menganggarkan 20 persen dari APBN untuk pendidikan. Kemendikbud memangkas anggarannya sebesar Rp 6,5 triliun dari yang semula sebesar Rp 49,2 triliun menjadi Rp 42,7 triliun. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan jumlah penghematan tersebut terdiri dari Rp 3,68 triliun untuk efisiensi belanja operasional dan Rp 2,98 triliun untuk belanja lainnya.