Ahad 12 Jun 2016 18:36 WIB

Indonesia Hanya Berputar-putar Jika tak Ubah Strategi Ekonomi

Red: Erik Purnama Putra
Ketua umum Partai Perindo,Hary Tanoesoedibjo hadir sebagai pembicara dalam acara bertajuk Rembug Pemuda di DPP Partai Perindo, Jakarta, Selasa (27/10).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua umum Partai Perindo,Hary Tanoesoedibjo hadir sebagai pembicara dalam acara bertajuk Rembug Pemuda di DPP Partai Perindo, Jakarta, Selasa (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Tax Amnesty memang dapat membantu menambah pendapatan negara. Meski begitu, langkah tersebut tidak serta-merta menyelesaikan kebutuhan pendanaan untuk pembangunan.

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo menyatakan, kebutuhan untuk meningkatkan pemasukan pajak sangat besar. Apalagi saat ini penerimaan negara dari pajak meleset dari target. Hanya saja, Tax Amnesty tidak otomatis bisa memenuhi kekurangan anggaran negara yang defisit. Padahal, pajak adalah bahan bakar pembangunan. Sekitar dua pertiga kebutuhan pembangun nasional dibiayai oleh pajak.

Menurut Hary, potensi dana yang diterima sebesar Rp 2.000 triliun tak seluruhnya bisa digunakan untuk membangun. Padahal, yang masuk ke kas negara sebagai bentuk pengampunan maksimal sebanyak Rp 60 triliun.

"Banyak yang salah persepsi dengan Tax Amnesty, seakan-akan bila Rp 2.000 triliun masuk Indonesia, bisa digunakan untuk membangun. Padahal tidak, yang masuk ke kas negara yang merupakan bagian pengampunannya sekitar dua sampai empat persen tau sekitar Rp 40 triliun hingga Rp 60 triliun,” ujarnya dalam seminar 'Tax Amnesty, Peluang atau Ancaman' di BTC Fashion Mall, Kota Bandung, Ahad (12/6).

Pemerintah, menurut Hary, seharusnya memperbesar basis pajak. Caranya dengan mendorong masyarakat menengah ke bawah untuk naik kelas. “Tanpa mereka naik kelas, basis pembayar pajak tidak akan bertambah,” katanya,

Hary menjelaskan, Indonesia hanya akan berputar-putar jika tak segera mengubah strategi kebijakan ekonominya. Seharusnya, kata dia, pemerintah memberlakukan ekonomi kerakyatan. Membuat kebijakan yang berbeda dengan kelompok yang berbeda, bukan dipukul rata.

Dia melanjutkan, perlu adanya perlakuan khusus bagi masyarakat menengah bawah agar mereka bisa tumbuh lebih cepat. Di antaranya kemudahan akses modal murah, pelatihan dan proteksi. Sehingga mereka bisa bertumbuh menjadi penggerak ekonomi. “Membangun indonesia harus membangun masyarakatnya, dari yang tidak produktif menjadi produktif,” ucapnya.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَوْمَ يَقُوْلُ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالْمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوا انْظُرُوْنَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُّوْرِكُمْۚ قِيْلَ ارْجِعُوْا وَرَاۤءَكُمْ فَالْتَمِسُوْا نُوْرًاۗ فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُوْرٍ لَّهٗ بَابٌۗ بَاطِنُهٗ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهٗ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُۗ
Pada hari orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, “Tunggulah kami! Kami ingin mengambil cahayamu.” (Kepada mereka) dikatakan, ”Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu di antara mereka dipasang dinding (pemisah) yang berpintu. Di sebelah dalam ada rahmat dan di luarnya hanya ada azab.

(QS. Al-Hadid ayat 13)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement