REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Azan di Masjid Rahmat di wilayah Kembang Kuning Surabaya menjadi patokan penanda waktu salat di Surabaya dan sekitarnya. Hal itu tidak lepas dari peran radio amatir yang didirikan pengurus Masjid Rahmat waktu itu.
Radio yang diberi nama Yasmara ini didirikan bertujuan mengembangkan dakwah lewat udara. Sejak didirikan sekitar 1970-an, radio ini masih tetap eksis sampai sekarang.
Mansur (60 tahun), Ketua Yayasan Masjid Rahmat, merawikan, awalnya radio Yasmara hanya radio amatir. Radio ini mengudara dengan gelombang AM tepatnya frekuensi 1152 KHz. Radio Yasmara juga menjadi radio komunitas dakwah pertama di Surabaya.
“Dulu itu masyarakat enggak berani buka puasa sebelum masjid di sini azan,” ucap Mansur saat ditemui di kantornya, Ahad (12/6).
Menurut Mansur, jaringan siaran radio Yasmara mampu menjangkau wilayah Banyuwangi dan sekitarnya. Program-program yang disiarkan radio Yasmara seperti tausiyah di setiap salat lima waktu serta tadarus sesudah Ashar saat bulan Ramadhan.
Saat ini, Yasmara menjadi satu-satunya radio swasta yang masih eksis sampai sekarang dibanding radio-radio serupa pada zamannya. “Radio ini bisa eksis karena niatnya memang untuk dakwah, perjuangan dan masyarakat yang meminta. Sehari saja tidak siaran, telepon tidak berhenti berbunyi,” kata Mansur.
Ditilik dari sisi sejarah, Masjid Rahmat ini merupakan masjid tertua di Surabaya dan menjadi masjid pertama yang didirikan Sunan Ampel. Masjid ini dinamakan sesuai dengan nama asli Sunan Ampel yakni Raden Rahmat.
Saat didirikan pada 1400-an, masyarakat menyebut masjid ini Langgar Tiban. Sebab, masyarakat merasa tidak membangun namun tiba-tiba ada masjid atau orang Jawa menyebutnya langgar.
Setelah Sunan Ampel mengembangkan dakwahnya, masjid ini kemudian dipimpin Mbah Wirosroyo yang merupakan mertua Sunan Ampel. Saat itu, di sekitar masjid ini masih dikelilingi hutan.
Setelah berkembang dan dirasa tidak cukup menampung jamaah, masyarakat berinisiatif membangun dan merenovasi Masjid Rahmat. Pada 1964, Menteri Agama saat itu Syaifuddin Zuhri tengah berkunjung ke IAIN Sunan Ampel, sekarang UIN Sunan Ampel.
Tokoh-tokoh masjid mengajukan agar Masjid Rahmat dibangun pemerintah. Setelah mengetahui sejarah Masjid Rahmat, Syaifuddin menyetujui membangun kembali dengan menggunakan dana pemerintah. Pada 1967 masjid selesai dibangun dan diresmikan Syaifuddin Zuhri.
“Alhamdulillah, kalau bulan Ramadhan seperti ini, tidak kurang 500 jemaah berbuka puasa di sini, mereka para musafir dan warga sekitar,” kata pria asal Madiun ini.