REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Timbul kekhawatiran rumah-rumah perawatan lansia di Australia berkontribusi pada penciptaan superbug karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang diresepkan pada lebih dari 20 persen kasus.
Hasil dari survei penggunana antibiotik pertama di rumah-rumah perawatan pasien di Australia amat mengkhawatirkan, terutama bagi penghuni yang telah lama diresepkan antibiotik dengan alasan yang tidak jelas.
Penggunaan antibiotik yang sering dan tidak tepat dapat memicu resistensi atau penolakan antimikrobial yang menciptakan superbug. Profesor Karin Thursky, dari Pusat Nasional Kepedulian Perlawanan Antimikroba, mengatakan hasil survei ini menunjukkan sebagian besar antibiotik yang diresepkan di rumah jompo Australia adalah untuk penyakit gangguan kemih, pernafasan, kulit, atau infeksi jaringan lunak.
Tapi satu dari lima pasien diberi antibiotik sebagai tindakan pencegahan.
"Masalah besar bagi kita adalah kita tahu bahwa jika Anda terus-menerus terkena antibiotik dan Anda memilih apa yang kita sebut organisme multi-resisten, itu bukan hanya pasien yang berisiko, sebenarnya pasien lain di fasilitas itu juga turut beresiko," kata Profesor Thursky.
Survei menemukan hampir 22 persen dari resep diberikan kepada warga yang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala infeksi pada minggu tersebut sebelum mereka mulai mengakibatkan pengobatan antimikroba.
Untuk warga yang memang menunjukkan gejala infeksi, sekitar dua-pertiga dari obat yang diresepkan dinilai juga tidak layak. "Ada banyak cara yang yang membuat obat-obatan itu tidak pantas," kata Profesor Thursky.
"Mungkin karena dokumentasi yang tidak memadai - sehingga tidak ada indikasi yang membenarkan penggunaan obat-obatan antibiotik itu - atau bahwa tidak ada ulasan atau tanggal penghentian penggunaan yang didokumentasikan, atau mereka digunakan untuk indikasi yang tidak memenuhi salah satu dari indikasi standar."
Lebih dari 180 rumah jompo di seluruh negara bagian di Australia mengambil bagian dalam survei percontohan antara Juni dan Agustus 2015.
Pada hari dilakukan survei, 11,3 persen dari penduduk tercatat tengah menggunakan antibiotik meskipun hanya 4,5 persen dari mereka memiliki tanda-tanda atau gejala infeksi.