Senin 13 Jun 2016 09:07 WIB

Pascaserangan Sejumlah Anggota Parlemen Bicarakan Kontrol Senjata

Rep: Gita Amanda/ Red: Esthi Maharani
Mobil polisi mengepung kelab malam kaum gay, Pulse Orlando di Orlando, Florida, Ahad, 12 Juni 2016. Penembakan yang terjadi menewaskan 20 orang dan melukai 42 lainnya.
Foto: AP Photo/Phelan M. Ebenhack
Mobil polisi mengepung kelab malam kaum gay, Pulse Orlando di Orlando, Florida, Ahad, 12 Juni 2016. Penembakan yang terjadi menewaskan 20 orang dan melukai 42 lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, ORLANDO -- Penembakan massal di Orlando, Florida, membuat sejumlah anggota parlemen menyerukan undang-undang untuk memperketat kontrol penjualan senjata. Mereka berharap ini bisa membawa sedikit perubahan setelah penembakan yang menewaskan 50 orang di sebuah klub di Florida tersebut.

Senator Demokrat Robert Casey mengatakan akan mengumumkan proposal kebijakan baru itu pada Senin (13/6). Nantinya undang-undang akan melarang siapapun yang dihukum karena kejahatan atau pelanggaran rasial memiliki senjata api.

Di bawah hukum saat ini orang-orang yang diyakini terlibat kejahatan dilarang membeli atau memiliki senjata. Tapi mereka yang dihukum karena kejahatan kebencian tidak dilarang.

Anggota parlemen termasuk beberapa dari Partai Republik, telah berusaha meloloskan undang-undang pembatasan senjata pascaserangan sebelumnya. Namun perubahan kerap gagal mendapat cukup dukungan. Sebab banyak anggota parlemen melihat kontrol senjata sebagai ancaman terhadap hak konstitusional warga AS.

Richard Durbin Senator Demokrat dari Illinois juga mengatakan pembunuhan telah mendorong perdebatan tapi bukan tindakan. "Intinya kita membiarkan orang-orang berbahaya membeli senjata di AS dan itu harus diubah," katanya.

(Baca juga: Belum Ada Bukti Keterlibatan ISIS dalam Penembakan Orlando)

Senator Demokrat Chris Murphy mengatakan "epidemi" kekerasan senjata akan terus berlanjut jika parlemen tidak bertindak. Ia juga mengatakan anggota parlemen memiliki tanggung jawab bersama atas kasus ini.

"Kongres telah terlibat dalam pembunuhan ini dengan diam. Ini tidak perlu terjadi, tetapi epidemi ini akan terus berlanjut tanpa akhir jika parlemen terus duduk berpangku tangan dan tak melakukan apa-apa. Lagi," kata sebuah pernyataan.

Banyak anggota Partai Republik termasuk Donald Trump fokus pada ancaman Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah penembakan. Sebab menurut laporan sebelumnya pelaku Omar Mateen terinsipirasi ISIS.

FBI mengatakan Mateen sebelumnya telah dua kali diinterogasi setelah membuat komentar kepada rekan kerjanya yang menunjukkan ia mendukung kelompok-kelompok militan. Tapi kala itu ia tak terbukti melakukan kegiatan kriminal.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement