REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dr KH Muhammad Muzammil Basyuni, mantan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh Republik Indonesia di Republik Arab Suriah (2006-2010), mengenang almarhumah Prof Dr Hj Tutty Alawiyah sebagai wanita orator mubaligh andal yang tidak ada bandingannya.
"Dia benar-benar mewarisi kemampuan orang tuanya, ulama besar Betawi KH Abdullah Syafi'i," kata Muzammil kepada Antara seusai peringatan 40 hari wafatnya almarhumah Tutty Alawiyah di kediamannya, Jalan Raya Jatiwaringin nomor 51, Pondok Gede, Kota Bekasi, Ahad (12/6) malam.
Peringatan 40 hari wafatnya Tutty Alawiyah sempat diwarnai hujan lebat. Ribuan orang yang hadir merasa kesulitan untuk masuk ke kediaman rumah almarhumah.
Hadir pada saat itu para pejabat, anggota keluarga seperti KH Abdul Rasjid dan anak cucu almarhumah, juga rekan-rekan almarhum dari berbagai kota di Indonesia.
Puluhan ormas Islam ikut ambil bagian mengatur jalannya doa dan zikir yang berlangsung sejak Ahad petang hingga usai acara.
Muzammil mengatakan, kehebatan almarhumah dalam organisasi pun terlihat ketika tampil sebagai ketua umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Ia mampu mengerahkan massa dalam jumlah besar di Stadion Bung Karno, Senayan, Jakata, dalam waktu cepat. Almarhumah juga turun langsung ke lapangan menggerakkan massa.
Hj Tutty Alawiyah lahir di Jakarta, 30 Maret 1942. Ia wafat di Jakarta, Rabu (4 Mei 2016), sekitar pukul 07.15 WIB di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Kuningan, Jakarta. Semasa hidupnya, Tutty pernah menjabat sebagai menteri negara pemberdayaan perempuan tahun 1998 hingga 1999 pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Pada masa Orde Baru, oleh mantan presiden RI Soeharto, Tutty sempat ditunjuk sebagai menteri lantaran kemampuannya yang luar biasa. Alasannya, selain ketokohannya sebagai orang Betawi juga karena dedikasinya dalam pembinaan umat.
"Dia juga merupakan wanita pekerja keras, tidak mengenal lelah. Tidak mengherankan, di Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetap aktif hingga akhir hayat," kenang Muzammil.
Selain itu, semasa hidup, Tutty dikenal sebagai pencinta seni. Ketika BKMT tampil di Stadion Gelora Bung Karno, dia tampil sebagai koreografer, turun langsung mengatur pergerakan ratusan orang. "Ketika itu, stadion penuh oleh para peserta dari seluruh Indonesia," ungkap Muzammil.
Muzammil sendiri kenal dengan Tutty (1968) lantaran satu angkatan ketika kuliah di Fakultas Usuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ketika itu, kampusnya masih di Jalan Cemara, Menteng, Jakata Pusat.
Pertemanan Muzammil dengan Tutty berlangsung singkat karena Muzammil melanjutkan kuliah ke Bagdhad, Irak, menyusul anggota keluarganya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang kuliah di Universitas Baghdad. Gus Dur sendiri, seusai menyelesaikan kuliahnya (1968-1972) di negeri itu, lalu pergi ke Jerman.
"Saya bersama Gus Dur dua tahun di Baghdad. Gus Dur memang tak menyelesaikan kuliahnya di Kairo, Mesir," ceritanya.
Soal kehebatan rekannya, almarhumah Tutty, Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal itu memujinya sebagai wanita yang konsisten dalam bidang yang digeluti. Ia di kalangan pejabat Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dikenal sebagai wanita aktif dan memajukan organisasi itu.
Hal ini tidak lepas dari perannya ketika masih muda, ia ingat betul, sudah tampil sebagai qariah di Istana. Ketika Muzammil menjabat sebagai pejabat di KBRI Tunis, Tutty bersama suaminya sempat datang ke sana dan menemuinya.
Seusai Muzammil menyelesaikan tugasnya sebagai dubes di Suriah, Tutty memintanya membantu memajukan Universitas Assyafiiyah. Tak lama setelah itu, berdiri Lembaga Kajian Islam di universitas itu, tambahnya.