Senin 13 Jun 2016 14:29 WIB

Dewie Yasin Limpo Divonis Enam Tahun Penjara

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus suap proyek pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, Dewie Yasin Limpo menangis usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/6). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus suap proyek pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, Dewie Yasin Limpo menangis usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/6). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar persidangan mantan Anggota komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo beserta staf ahlinya, Bambang Wahyuhadi, dengan agenda pembacaan putusan.

Keduanya dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun dan denda Rp 200 juta, yang apabila tidak sanggup dibayar maka akan diganti dengan hukuman kutungan selama tiga bulan.

"Menghukum terdakwa satu (Dewie Yasin Limpo) dan terdakwa dua (Bambang Wahyuhadi) dengan hukuman penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsideir tiga bulan kurungan," kata Hakim Ketua Baslin Sinaga di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Senin (13/6).

Majelis menyatakan, keduanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Tindak pidana korupsi yang dinaksud majelis adalah karena keduanya terbukti menerima suap sebesar 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp 1,7 miliar) dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii dan seorang pengusaha, Setiady Jusuf.

Uang tersebut diberikan agar Dewie membantu mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp 50 miliar untuk proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.

Dewie yang saat itu merupakan anggota Komisi VII DPR RI, bersedia mengupayakan pembangunan pembangkit listrik dengan syarat, Irenius Adii mau mempersiapkan dana pengawalan anggaran sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan, sebagai imbalan bagi dirinya.

Setelah melakukan berbagai negosiasi, Pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Yusuf bersedia memberikan dana pengawalan kepada Dewie sebesar 7 persen dari anggaran yang diusulkan. Syaratnya, apabila Setiadi gagal menjadi pelaksana proyek, maka uang harus dikembalikan.

Dewie kemudian meminta asisten pribadinya, Rinelda Bandaso untuk menjelaskan bahwa dirinya telah menyampaikan proposal pembangunan Pembangkit Listrik di Kabupaten Deiyai, Papua kepada Badan Anggaran. Setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan, sebesar Rp 1,7 miliar dalam bentuk dolar Singapura.

Uang tersebut diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu sebesar 177.700 dolar Singapura. Atas perbuatannya, Dewie dan Bambang dinyatakan melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Putusan majelis hakim tersebut sebenarnya lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada (KPK). Sebelumnya, jaksa meminta majelis hakim menghukum Dewie dan Bambang dengan hukuman penjara masing-masing sembilan tahun penjara. Keduanya juga diharuskan membayar denda masing-masing sebesar Rp 300 juta, subsideir enam bulan kurungan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement