REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika ada niatan Pemerintah membeli pesawat heli kepresidenan, sebaiknya tidak usah lagi mempertimbangkan untuk memilih helikopter Super Puma buatan Airbus. Sebab pesawat itu tidak memiliki keunggulan yang pantas sebagai pesawat Kepala Negara.
Di luar negeri sana, pesawat itu terkenal justru sebab seringnya mengalami insiden atau kecelakaan yang fatal. Hal itu dikatakan pengamat Ucok Sky Khadafi di Jakarta, Senin,(13/6). Bahkan, lanjut dia, akhir-akhir ini beberapa kali pesawat itu mengalami kecelakaan.
"Apakah jumlah itu kurang meyakinkan sehingga masih menganggap Super Puma hebat dan pantas untuk mengangkut Presiden RI yang berkedudukan sebagai Kepala," kata Ucok seperti dikutip rilis, Senin (13/6).
Coba tengok saja apa yang terjadi pada helikopter H225 Super Puma pada bulan April tahun ini. Sebuah helikopter H225 Super Puma yang dioperasikan CHC Helicopter Service mengalami insiden yang sangat fatal, yaitu lepasnya bilah motor utama.
Dilaporkan bahwa akibat insiden tersebut, helikopter jatuh dan menewaskan tiga belas penumpangnya, termasuk pilot dan co-pilot. Insiden tersebut terjadi di Laut Utara saat helikopter tersebut mengangkut pekerja minyak lepas pantai milik perusahaan Statoil.
Fakta lain tentang insiden yang melibatkan Super Puma bisa dilacak sampai empat tahun lalu. Pada tahun 2012, Helikopter Super Puma mengalami dua insiden. Pertama, pada 10 Mei, Helikopter ECSS5LP G-REDW mengalami kerusakan pada sistem pelumas gearbox utama sebab keretakan di beval gear di batang rotor yang terhubung dengan bilah.
Kedua, pada 22 Oktober, H-225 G-GHCN milik perusahaan CHC Scotia mendarat darurat sebab pompa sistem pelumasnya tidak bekerja. "Bayangkan bagaimana mungkin dua insiden terjadi dalam satu tahun," ujar dia.