REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan program Bela Negara Kementerian Pertahanan tidak menggunakan senjata. Ryamizard menepis dugaan jika program bela negara disalahgunakan untuk melatih kelompok tertentu di masyarakat.
"Tidak benar (program bela negara gunakan senjata), kader-kader yang saya latih tidak menggunakan senjata," tegasnya usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (13/6).
Menurutnya latihan bela negara di negara lain memang sudah menggunakan senjata karena lebih mirip sebagai wajib militer. Namun, sampai saat ini, Kemhan belum memberikan kurikulum pelatihan menggunakan senjata pada program bela negara yang diluncurkan sejak tahun 2015 lalu.
Sebelumnya beredar kabar, preman dan organisasi masyarakat di Bali akan mendapat pelatihan bela negara termasuk pengenalan pada senjata. Mereka akan mendapat pelatihan sebagai kader bela negara dari TNI.
Bahkan, pelatihan bela negara yang melibatkan preman serta ormas di Bali akan dimulai Bulan Agustus mendatang. Pesertanya ditarget akan mencapai 100 orang.
Namun, tidak semua preman atau anggota ormas yang dapat menjadi kader bela negara, sebab, mereka yang memiliki catatan kriminal tidak akan mendapat diterima menjadi kader bela negara.
Ryamizard menegaskan, belum ada pelatihan menggunakan senjata pada program bela negara, siapapun pesertanya. Yang paling penting dari program bela negara adalah meningkatkan rasa nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air. Kalaupun harus memberikan pembelajaran pada penggunaan senjata, saat ini belum ada waktunya.
"Kurikulum sekarang tidak ada, belum, kalau ekskalasi dunia meningkat baru latihan itu," katanya.