REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mempertimbangkan kembali jika hendak membeli Helikopter Super Puma buatan Airbus. Sebab, pesawat tersebut dinilai tidak banyak memiliki keunggulan sebagai pesawat kepala negara.
Pengamat Kebijakan Anggaran Center for Budget Analysis (CBA), Ucok Sky Khadafi mencontohkan ketidaklayakan Helikopter Super Puma adalah Angkatan Udara (AU) Malaysia telah direpotkan oleh imbas notifikasi yang dikeluarkan Airbus pada 2013.
"AU Malaysia diharuskan melakukan pemeriksaan 'gearbox' setiap 2,5 jam terbang dan caracal hanya bisa diterbangkan dengan torsi 70 persen dari daya maksimumnya. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut menyebabkan siklus persiapan terbang pesawat semakin panjang sebelum diterbangkan sehingga mengganggu kesiapan pesawat itu sendiri untuk terbang," katanya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (14/6).
Contoh lainnya yakni Polandia dilaporkan berencana membatalkan order 50 unit EC 725 sebab transfer teknologi dan porsi komponen yang dikerjakan oleh industri lokal sangat minim. "Jelas sekali, Super Puma/Super Caugar adalah pesawat yang kualitasnya tidak terlalu canggih, padahal dibuat oleh industri pesawat terbang yang sudah berpengalaman," katanya.
Tak hanya itu, katanya, akhir-akhir ini beberapa kali pesawat jenis itu mengalami kecelakaan. "Apakah jumlah itu kurang meyakinkan sehingga masih menganggap Super Puma hebat dan pantas untuk mengangkut Presiden RI yang berkedudukan sebagai Kepala," kata Ucok.
Ia menyebut, apa yang terjadi pada helikopter H225 Super Puma pada April 2016 yang dioperasikan CHC Helicopter Service mengalami insiden yang sangat fatal, yaitu lepasnya bilah motor utama. Akibatnya, helikopter jatuh dan menewaskan tiga belas penumpangnya, termasuk pilot dan co-pilot.
Insiden tersebut terjadi di Laut Utara saat helikopter tersebut mengangkut pekerja minyak lepas pantai milik perusahaan Statoil. Fakta lain tentang insiden yang melibatkan Super Puma bisa dilacak sampai empat tahun lalu, yaitu pada 2012.
"Pada 2012, Helikopter Super Puma mengalami dua insiden, pertama, pada 10 Mei, Helikopter ECSS5LP G-REDW mengalami kerusakan pada sistem pelumas gearbox utama. Kedua, pada 22 Oktober, H-225 G-GHCN milik perusahaan CHC Scotia mendarat darurat sebab pompa sistem pelumasnya tidak bekerja," katanya.
Karena itu, kata Ucok, dengan melihat catatan itu, usulan menjadikan super puma sebagai pesawat kepresidenan harus diabaikan.