REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- PT Godang Tua Jaya selaku pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang mencatat adanya lonjakan volume sampah setelah dibebaskannya operasional truk sampah DKI Jakarta selama 24 jam sejak April 2016.
"Lonjakan sampah warga DKI saat ini rata-rata mencapai 7 ribu ton per hari atau melonjak dari kesepakatan kontrak kerja yakni 2 ribu ton per hari," kata Managing Director PT GTJ Dauglas J Manurung, Selasa (14/6).
Menurut dia, situasi itu menyalahi kontrak kerja dan kesepatan antara Pemprov DKI Jakarta dengan penglola PT Godang Tua Jaya (GTJ) jo PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI). Dampak dari membludaknya sampah DKI di Bantargebang itu mengakibatkan pihaknya kesulitan mengolah gas metana menjadi pembangkit listrik yang merupakan salah satu kewajiban pengelola.
"Gas metana itu hanya muncul dari pembusukan sampah lama. Kalau sampah lamanya terus menerus ditumpuk dengan lapisan baru, maka gas metananya akan hilang," katanya.
Pemerhati lingkungan dari Koalisi Persampahan Nasional Benny Tunggul mengatakan kelebihan pembuangan sampah tersebut dinilai berlawanan dengan master plan persampahan Pemprov DKI 2012-2032.
"DKI telah gagal membangun Intermediate Treatment Facilities (ITF) di tiga wilayah Jakarta, yakni di Sunter, Cakung Cilincing dan Marunda yang sebelumnya ditargetkan mampu mengolah sampah di hulu masing-masing 1.500 ton per hari," katanya.
Menurut dia, proyek ITF Pemprov DKI Jakarta sejak 2012 tidak terlaksana, bahkan kini nyaris tak terdengar kabarnya.