REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Masdar Farid Masudi mengatakan sudah lama DMI mengimbau agar penggunaan pengeras suara seperlunya saja. Penggunaan pengeras suara untuk azan sebagai panggilan shalat memang sudah tentu dilakukan.
“Banyak orang mengeluhkan penggunaan pengeras suara sebelum azan Subuh berkumandang, mereka hanya menggunakan kaset, tetapi yang memutarnya malah tertidur,” jelas dia kepada Republika.co.id, Selasa (14/6).
Sehingga cukup sebenarnya azan saja yang diperdengarkan dengan pengeras suara. Banyak masjid pun sepakat mengenai hal ini.
Saat Ramadhan, biasanya banyak masjid menggunakan pengeras suara untuk membangunkan masyarakat untuk sahur. Membangunkan sahur pun seharusnya seperlunya saja, tidak perlu terlalu heboh bahkan sejak pukul 02.00 WIB.
Lagi pula, masyarakat saat ini tidak selalu bergantung dengan pengeras suara dari masjid. Hampir semua orang memiliki ponsel yang dilengkapi dengan alarm dan juga ada jam yang memiliki alarm yang dapat diatur saat berbunyi.
Penggunaan pengeras suara di masjid untuk membangunkan sahur dan tadarus bisa saja dilakukan di daerah yang masyarakatnya homogen dengan mayoritas Muslim. Tetapi, dengan daerah heterogen dan banyak warga non-Muslim sebaiknya saling menghormati.
“Saya kira sama saja, ketika kita mendengarkan khutbah agama lain dengan pengeras suara dan berlama-lama akan mengganggu, begitu juga ketika kita melakukan hal yang sama,” jelas dia.