REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PKS DPR mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam membatalkan perda-perda. Ada perda di Serang yang dipersoalkan karena mengatur buka-tutup warung makan. Sementara ada juga perda di Papua yang juga mengatur penutupan toko-toko di hari Ahad, atau penghentian semua aktivitas tanpa kecuali saat Hari Nyepi.
"Pemerintah harus cermat mengkaji subtasinya dan tepat caranya sehingga tidak menimbulkan polemik yang tidak pada tempatnya," kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/6).
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan kepada publik bahwa pemerintah telah membatalkan 3.143 perda yang dianggap bermasalah. Sejumlah media merilis tidak sedikit perda yang dibatalkan terkait aturan moral dan akhlak di tingkat lokal.
Dikatakan Jazuli, pemerintah memiliki kewenangan untuk membatalkan perda berdasarkan UU Pemda. Namun jangan sampai ada kesan mengekang otonomi daerah. Oleh karena itu, Pemerintah harus kedepankan pendekatan pembinaan daripada pengawasan represif atas perda-perda yang dinilai bermasalah. Ada kajian dan proses dialogis. Sehingga tidak asal batalkan.
Terkait subtansi perda yang dianggap bermasalah, Jazuli mengatakan, pemerintah harus kemukakan kriteria yang rasional dan objektif berdasarkan peraturan perundang-undangan.
"Tunjukkan dimana letak masalah terkait subtansinya secara objektif dan peraturan perundang-undangan mana yang dilanggar, sehingga pemda dan publik juga bisa menilai objektif dan rasional langkah pemerintah pusat ini," papar Jazuli.
Penulis buku "Otonomi Sepenuh Hati" ini mengatakan bahwa otonomi daerah memberi ruang bagi setiap daerah untuk menggali potensi, menyelesaikan masalah, dan menghadirkan perubahan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Inilah esensi otonomi yang diperjuangkan saat reformasi lalu.
"Jangan sampai pemerintah pusat karena egonya lalu membatalkan perda, padahal perda dibuat dalam kerangka kearifan lokal seperti penjagaan akhlak, moralitas, dan kebaikan generasi muda. Inilah pentingnya kecermatan seperti saya katakan di awal," ungkap Jazuli.
Jazuli memberikan contoh perda kota Serang soal penghormatan terhadap bulan Ramadhan dengan pengaturan jadwal buka-tutup rumah-rumah makan. Perda ini direspon dengan luar biasa heboh karena insiden penutupan warung seorang ibu oleh Satpol PP. Di lain pihak ada perda di Papua yang juga mengatur penutupan toko-toko di hari Minggu. Atau perda di Bali yang mengatur penghentian semua aktivitas tanpa kecuali untuk menghormati Hari Nyepi.
"Konteks dan subtansi pengaturannya harus dibaca secara cermat. Sangat mungkin konteks dan subtansi sangat positif sesuai kearifan lokal masing-masing daerah. Yang bermasalah bisa jadi adalah pelaksanaannya," kata Jazuli.
Untuk mengatasi masalah dalam impelementasi perda tersebut, Jazuli memberikan saran konstruktif kepada pemda-pemda. Pertama, pemda harus aktif mensosialisasikan perda itu sampai ke masyarakat bawah secara baik sehingga masyarakat paham betul tentang aturan yang ada di daerahnya. Kedua, pemerintah daerah harus menggunakan pendekatan persuasif, arif dan bijak. Dalam pelaksanaanya tidak boleh ada arogansi kekuasaan karena mereka berinteraksi dengan rakyatnya bukan sedang berhadapan dengan penjajah. Ketiga, penegakan aturan harus diiringi dengan pendekatan pembinaan, bukan represi. Jangan sampai model-model penggusuran yang represif seperti selama ini kita sering saksikan.
Sempat mengemuka bahwa salah satu alasan pembatalan perda adalah karena banyak perda yang menghambat investasi. Jika karena alasan ini, Jazuli Juwaini berharap Mendagri cermat agar investasi yang dimaksud tidak mengorbankan kepentingan penjagaan moral dan akhlak generasi bangsa, seperti dalam kasus perda pelarangan miras. Masih banyak investasi yang bermartabat bagi bangsa.
"Saya dengar Mendagri tegas mendukung perda miras. Dalam konteks ini Fraksi PKS mengapresiasi Mendagri yang punya komitmen kuat untuk menjaga generasi bangsa dari bahaya miras," tegas Jazuli.
Secara khusus, Fraksi PKS akan memerintahkan Anggotanya di Komisi II dan Komisi III untuk meminta keterangan soal pembatalan perda ini kepada Pemerintah dan mengawal sikap Fraksi tentang pentingnya rasionalitas dan objektivitas atas kebijakan Pemerintah ini.