REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ada tiga pilihan yang direkomendasikan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo terkait calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Tjahjo mengatakan, opsi pertama adalah Kompolnas memberikan masukan apabila Presiden hendak memperpanjang jabatan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. "Kompolnas memberikan masukan seandainya Bapak Presiden mau memperpanjang Kapolri lama, Bapak Badrodin Haiti," kata Tjahjo.
Opsi kedua, lanjutnya, Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri menyampaikan kepada Kompolnas tiga nama calon Kapolri. Ketiga nama petinggi Polri tersebut adalah Komjen Budi Gunawan, Komjen Budi Waseso, dan Komjen Dwi Prijatno. Tidak ada nama Komjen Tito Karnavian dalam usulan Wanjakti Polri tersebut.
Sementara itu, skenario ketiga adalah Kompolnas mengusulkan enam nama polisi jenderal bintang tiga, yaitu Budi Gunawan, Budi Waseso, Dwi Prijatno, Tito Karnavian, Sjafruddin, dan Suhardi Alius. "Dari segi prestasi, kalau sudah bintang tiga itu semuanya berprestasi. Hanya pada saat itu pembicaraannya, ini (Tito) masih junior. Tetapi yang namanya bintang tidak ada senior, tidak ada junior," kata Tjahjo.
Pada Rabu siang, Presiden Joko Widodo mengajukan Komjen Polisi Tito Karnavian yang kini menjabat sebagai Kepala BNPT sebagai calon Kapolri. "Nama yang diajukan Presiden adalah Komjen Tito Karnavian," kata Staf Khusus Presiden, Johan Budi.
Presiden telah menyampaikan surat permohonan persetujuan calon Kapolri, yang ditandatangani pada Rabu, 15 Juni 2016, kepada DPR. Proses pergantian Kapolri yang dilakukan Presiden tersebut merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
Johan menambahkan, dalam memilih nama Tito Karnavian, Presiden terlebih dahulu telah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik Kompolnas, Polri, maupun publik. Pertimbangan lain presiden adalah untuk meningkatkan profesionalisme Polri sebagai pengayom masyarakat, memperbaiki kualitas penegakan hukum, terutama terhadap kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba, maupun korupsi, sekaligus juga meningkatkan sinergi dengan penegak hukum lain.