REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan masih akan melanjutkan proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Meski begitu, sampai saat ini KPK belum dapat menaikkan kasus yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke tahap penyidikan.
Sebab, sampai laporan terakhir dari tim penyidik KPK, belum ditemukan perbuatan melawan hukum dari proses pembelian lahan milik Yayasan Sumber Waras.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menegaskan pihaknya tidak ingin melindungi siapapun dalam kasus ini. KPK juga tidak ingin berlaku dzolim pada siapapun. Laode mengatakan, KPK tetap berlaku profesional dalam mengusut kasus ini.
KPK juga mengakui keberhasilan mereka selama ini 90 persen berasal dari kerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus Sumber Waras ini dinilai sebagai kasus yang unik. Namun, KPK belum dapat menjelaskan seluruh proses karena sampai sekarang masih proses penyelidikan di tim KPK.
Laode mengatakan, himbauan Komisi III DPR RI agar KPK kembali bertemu dengan BPK untuk membahas kasus ini, akan segera dilakukan. Laode juga mengucapkan terimakasih atas masukan dan informasi tambahan yang diberikan oleh Komisi III. Bahkan, tanpa dihimbau Komisi III, KPK akan sudah berinisiatif memertemukan penyidik KPK dengan BPK.
"Tanpa dihimbaupun kami akan bertemu (dengan BPK), kita juga pernah gelar perkara dengan BPK, Kita lihat aturannya, sampai hari ini KPK belum bisa meningkatkan kasus ini ke tahap selanjutnya," ujarnya di Gedung DPR RI, Rabu (15/6).
Laode menambahkan, kerugian negaranya belum dihitung. KPK menegaskan belum meminta BPK untuk menghitung besaran kerugian negara akibat pembelian lahan Sumber Waras. Permintaan pimpinan KPK periode lalu ke BPK terkait kasus ini adalah audit investigasi.
Setelah mendapatkan hasil audit investigasi, biasanya KPK akan melihat ada tidaknya perbuatan melawan hukum. Setelah ditemukan ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Ahok, baru ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Pada tahap penyidikan itulah kami minta BPK untuk melakukan penghitungan kerugian negara," tegasnya.
Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata mengingatkan untuk meningkatkan ke tahap selanjutnya, harus jelas apa kesalahan yang dilakukan pihak yang disangkakan. Sebab itulah KPK berusaha menggali niat jahat atau motif dari pihak yang akan dibawa ke persidangan.
Namun, hal itu belum dapat ditemukan oleh tim penyidik KPK. Jadi, KPK masih kesulitan untuk merumuskan misalnya untuk naik ke penyidikan ketika motif atau niat jahat tidak ditemukan.
Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, harus diakui pasal 2 dan 3 dalam prakteknya juga sangat membingungkan bagi hakim. Jadi, KPK memertimbangkan menggunakan pasal 3 yaitu tentang penyalahgunaan wewenang.
Terkait kasus Sumber Waras ini, perlu dicari penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum apa yang dilakukan Ahok. Yaitu sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dalam pembuktiannya nanti pasti ke penyalahgunaan wewenang kalau terbukti berarti di pasal 3 UU Tipikor.
"Kalau menyalahgunakan kewenangan pasti menyalahi hukum," tegas Alexander.