REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Untuk tahun ketiga secara berturut-turut, Rahaf (10) berjuang untuk tetap berpuasa meskipun ia dalam kondisi obesitas yang dapat mengakibatkan kelemahan pada tubuhnya.
Menurut sang ibu, Rahaf telah mencoba berpuasa di bulan Ramadhan hingga tahun ketiga, namun berdasarkan laporan medis menyatakan obesitas menjadi kendala bagi orang berpuasa.
“Putri saya mencoba berpuasa sejak tingkat dua, namun tidak bisa. Setelah beberapa jam berpuasa, Rahaf kelaparan hingga menunjukkan gejala aneh, seperti kelelahan dan pusing. Dokter meyakinkan saya bahwa Rahaf dengan kondisi obesitas tidak diperbolehkan berpuasa,” jelas ibunya.
Ahli bedah endoskopi gastrointestinal, Dr. Moussa Sarhan mengatakan, obesitas merupakan fenomena yang dapat menyebar luas.
“Saya menyesali para ibu yang membiarkan anak-anaknya makan makanan yang tidak sehat. Kebiasaan mengonsumsi makanan sehat akan dapat mengatasi kondisi patologis yang dihasilkan dari cacat genetic,” ujar Dr. Moussa.
Orang tua menjadi orang pertama yang disalahkan ketika di masa kanak-kanak sudah mengalami obesitas, yang mengarah pada ketidakmampuan sang anak untuk berpuasa. Anak-anak diperbolehkan makan sepanjang hari, di rumah ataupun di restoran, dan sangat sulit mengganti kebiasaan tersebut ketika bulan suci datang.
“Kami menerima banyak anak dengan penderita pada gejala yang sama, usianya antara 11 sampai 12 tahun yang mengalami tingkat kelaparan yang tidak biasa disertai keinginan mengonsumsi makanan,” tutur Dr. Moussa.
Dr. Moussa menambahkan, para ibu cenderung tenang menghadapi anak-anaknya atau mengalihkan perhatian mereka dengan menawarkan makanan, serta suguhan lain seperti permen. “Hal ini benar-benar tidak dapat diterima pada tingkat sosial dan agama,” tambah Dr. Moussa.