REPUBLIKA.CO.ID, ORLANDO -- Agen FBI mengajukan pertanyanyaan pada anggota masjid Florida yang biasa dihadiri Omar Mateen, pelaku penembakan massal di sebuah kelab malam Orlando. Agen FBI setidaknya mewawancarai satu dari rekan jamaah Mateen di masjid dekat rumahnya, Islamic Center of Fort Pierce.
Omar Saleh, seornag pengacara untuk Dewan Hubungan Islam Amerika mengatakan, dua agen federal bertemu dengan jamaah laki-laki selama sekitar 30 menit menjelang shalat Jumat. "Kami bertemu dengan beberapa agen," ujar Saleh menolak mengidentifikasi orang yang diwawancarai. "Mereka mengajukan pertanyaan relatif terhadap insiden yang terjadi pada Minggu," lanjut dia.
Dari hasil wawancara, FBI mendapat informasi baru yang mengungkapkan pembunuh memiliki masalah perilaku kronis selama masa mudanya.
Catatan akademis yang diperoleh Reuters menunjukkan Mateen sering ditangguhkan sebagai mahasiswa, setidaknya dua kali karena berkelahi. Ia pun dipindahkan ke sekolah tinggi khusus bagi mereka yang putus sekolah.
Kenyataan ini menambah panjang potret buruk pria bersenjata yang melakukan penembakan massal mematikan selama sejarah modern Amerika Serikat, menewaskan 49 orang. Mateen (29 tahun), penjaga keamanan swasta ditembak mati oleh polisi pada akhir pembantaian di Orlando 12 Juni. Mantan istri pertamanya menjelaskan, ia merupakan sosok kasar, bermental terganggu dengan tempramen kekerasan.
Orang lain yang mengenalnya mengingat Mateen, warga AS dan warga Florida yang lahir di New York dari imigran Afghanistan. Ia dikenal sebagai pendiam, individu canggung yang sebagian besar menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.
FBI mengaku telah mewawancarai Mateen pada 2013 dan 2014 untuk dugaan keterkaitan dengan kelompok militan Islam. Tetapi menyimpulkan Mateen tidak menimbulkan ancaman. Sayangnya, bukti-bukti dalam kasus Orlando menunjukkan ke sebuah kejahatan yang setidaknya terinspirasi oleh ideologi ekstremis.
Pihak berwenang mengatakan, Mateen berhenti beberapa kali selama pengepungan tiga jam di kelab malam untuk melakukan penggilan telepon seluler ke 911. Ia juga mengirim pesan interntet mengakui dukungan untuk berbagai kelompok militan.
Namun demikian, pejabat AS mengatakan Mateen tampaknya bertindak radikal sendirian dan bertindak tanpa arah. Meskipun istri keduanya, Noor Salman telah mengetahui rencana Mateen untuk melakukan serangan. Sebuah dewan juri federal awal pekan ini diselenggarakan untuk memutuskan apakah akan menghukum Salman.
Presiden Barack Obama yang bertemu dengan korban penembakan dan keluarga korban tewas di Orlando mendesak Kongres untuk meloloskan undang-undang pengetatan pembelian senjata. Undang-undang ini nantinya akan menyulitkan secara hukum memperoleh senjata bertenaga tinggi seperti senapan semi-otomatis yang digunakan dalam serangan tersebut.
Anggota parlemen berada di bawah tekanan untuk merespons. Senat diharapkan untuk mengambil suara pada Senin terkait empat proposal pembatasan senjata, meski keempatnya diperkirakan gagal.