Ahad 19 Jun 2016 13:53 WIB

Pengamat: Reformasi Peradilan Masih Sekadar Wacana

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai reformasi peradilan guna mencegah perangkat peradilan yang terjerat kasus korupsi maupun suap masih sekadar wacana. 

Sebab, meski wacana reformasi peradilan sudah disampaikan sejak beberapa tahun yang lalu namun hingga kini kasus korupsi di lingkungan peradilan masih saja terjadi.

"Memang ada wacana, reformasi itu selalu bergelora, tapi prakteknya di MA banyak korupsi, di pengadilan. Jadi omongan mereka tidak ada efek. Yang belum tindak lanjut dari itu. Konkretnya seperti apa," katanya saat dihubungi, Ahad (19/6).

Asep mengatakan sudah saatnya Presiden bersama dengan Mahkamah Agung (MA) dan KPK mendeklarasikan pemberantasan korupsi sehingga upaya pemberantasan pencegahan lebih serius dilakukan.

Lebih lanjut, menurutnya, pencegahan korupsi bukan hanya merupakan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun juga tugas seluruh lembaga.

"Siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan, tidak hanya KPK, ya BPK atau di lembaga masing-masing dan harus dibangun betul-betul. KPK bolehlah membuat kerja untuk mencegah, tapi di tempat lain juga harus lebih kuat," ujarnya.

Menurutnya, sistem peradilan saat ini justru tak menimbulkan efek jera bagi para pejabat di lingkungan peradilan untuk melakukan tindak korupsi. Sebab, masih banyak perangkat peradilan yang justru memperjualbelikan perkara atau kasus yang sedang ditangani.

"Lebih ke peradilannya, ada yang meringankan lah. Jadi hukumannya dikurangi. Mungkin tuntutan sudah benar tapi vonisnya tidak," ucapnya.

Guna memastikan komitmen perangkat peradilan dalam menegakkan keadilan, Asep menyarankan agar dilakukan perbaikan moral di kalangan hakim serta pembenahan hukum terlebih dahulu. Selain itu, juga diperlukan partisipasi dan pengawasan bersama dari masyarakat.

"Laporkan jika ada, jangan menikmati. Dihukumnya juga sama bagi masyarakat yang menyuap. Memang rumit korupsi di Indonesia," katanya.

Seperti diketahui, KPK kembali menangkap panitera PN Jakarta Utara serta seorang pengacara yang diduga terkait kasus suap yang berkaitan dengan kasus pelecehan seksual Saipul Jamil. Sebelumnya, pada April lalu KPK sudah menangkap pejabat tiga pengadilan.

Pertama adalah panitera pengadilan Jakarta pusat Eddy Nasution dan pengusaha Doddy Aryanto Supeno. Keduanya diduga terlibat suap terkait proses peninjauan kembali (PK). KPK juga menangkap pejabat Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu.

Ketua PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Toton, dan Panitera Badarudin. Mereka diduga menerima suap terkait proses sidang perkara tindak pidana korupsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement