Ahad 19 Jun 2016 14:44 WIB

Pengamat: Tiga Hal Harus Dibenahi untuk Berantas Mafia Peradilan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berulangnya perangkat peradilan yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat keprihatinan dalam penegakan hukum di Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menilai masih banyaknya perangkat peradilan yang terjerat kasus korupsi maupun suap lantaran masih lemahnya konsep pemberantasan korupsi.

"Secara konsep pemberantasan korupsi selalu ada tiga hal yang lemah," katanya saat dihubungi, Ahad (19/6).

Ketiga konsep pemberantasan korupsi yang masih lemah tersebut yakni, sistem pencegahan, sistem peradilan, serta sistem pengenaan sanksi.

Ia menjelaskan, sistem pencegahan tindak korupsi di Indonesia masih belum optimal, sehingga belum efektif untuk mencegah korupsi di berbagai sektor, khususnya di pengadilan.

Menurutnya, para perangkat atau pejabat peradilan masih banyak yang mempermainkan sistem keuangan. Selain itu, ia juga menyoroti sisi kesejahteraan pejabat peradilan sehingga tindak korupsi masih saja dilakukan.

"Di sisi kesejahteraan yang belum bisa menjadikan dia tidak menyimpang. Ketiga pengawasan yang efektif, pembinaan tidak cukup tegas dari atasan, moral dan etika tidak terbangun, sedangkan dari keluarga juga tidak ada pencegahan. Belum optimal, baik secara formal, regulatif sistem maupun informal," jelasnya.

Lebih lanjut, Asep mengatakan dalam sistem peradilan sendiri masih banyak pejabat peradilan yang melakukan permainan dengan menjual perkara atau kasus yang sedang ditangani.

Dengan sistem peradilan yang lemah inipun membuat kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum yang adil berkurang. Sedangkan di sisi pengenaan sanksi, ia menilai masih belum maksimal.

"Belum bisa membangun sistem yang lebih solid misal dimiskinkan. Perluasan pidana tidak hanya orang yang korupsi, tapi juga keluarga. Masih ada juga sistem remisi," ujarnya.

Seperti diketahui, KPK kembali menangkap panitera PN Jakarta Utara serta seorang pengacara yang diduga terkait kasus suap yang berkaitan dengan kasus pelecehan seksual Saipul Jamil.

Sebelumnya, pada April lalu KPK sudah menangkap pejabat tiga pengadilan. Pertama adalah panitera pengadilan Jakarta pusat Eddy Nasution dan pengusaha Doddy Aryanto Supeno. Keduanya diduga terlibat suap terkait proses peninjauan kembali (PK).

KPK juga menangkap pejabat Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu. Ketua PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Toton, dan Panitera Badarudin. Mereka diduga menerima suap terkait proses sidang perkara tindak pidana korupsi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement