REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dari hampir satu juta jiwa penduduk Kabupaten Semarang, rupanya baru sekitar 87,14 persen diantaranya yang telah memiliki akses jamban. Sisanya, sebanyak 12, 86 persen penduduk daerah ini masih membuang air besar sembarangan (BABS).
"Jumlah warga yang belum memiliki akses jamban ini sekitar 124.212 jiwa," ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang, Gunadi di Ungaran, Kabupaten Semarang, Ahad (19/6).
Menurutnya, jumlah warga yang masih berperilaku BABS hingga hampir 13 persen ini masih cukup besar. Apalagi data yang dihimpun ini merupakan data tahun 2016.
Sebagian besar penduduk yang belum memiliki akses jamban ini buang air besar di sungai, kebun, atau pekarangan rumah. Terkait hal ini, Pemerintah Kabupaten Semarang akan mendorong pemenuhan target sanitasi yang baik hingga tahun 2019 mendatang.
Pemenuhan sanitasi yang baik ini menjadi salah satu parameter Millenium Development Goals (MDGs) yang ditetapkan PBB sejak tahun 2000 lalu. Ini berkaitan dengan percepatan jambanisasi serta mendorong penyuluhan dan pemahaman warga. "Tentunya, terkait dengan pentingnya akses jamban ini," katanya.
Gunadi mengatakan, persoalan perilaku BABS ini tidak hanya masalah aksebilitas terhadap sarana sanitasi saja. Namun juga menyangkut masalah perilaku. Banyak orang yang sudah mempunyai sarana sanitasi seperti WC, ternyata masih melakukan praktik BABS di sungai.
Pemandangan membuang tinja sembarangan masih banyak dijumpai di daerah itu. Bahkan, di perkotaan sekalipun. Penghuni rumah tangga membuang tinja dari WC melalui saluran paralon langsung ke sungai.
Saat ini, Dinkes Kabupaten Semarang terus mendorong masyarakat mewujudkan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Yakni satu kondisi masyarakat tidak ada lagi yang buang air besar sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar, dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.