Senin 20 Jun 2016 15:20 WIB

Importir Jual Daging Sapi Rp 75 Ribu Bisa Untung Rp 5 Miliar

Red: Nur Aini
  Pekerja sedang melakukan bongkar muatan daging sapi impor di gudang Bulog, Jakarta, beberapa waktu lalu. (Republika/Tahta Aidilla)
Pekerja sedang melakukan bongkar muatan daging sapi impor di gudang Bulog, Jakarta, beberapa waktu lalu. (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Amran Sulaiman memastikan daging industri yang dialihkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga di bawah Rp 80 ribu per kilogram sudah mencakup untung bagi para importir.

Ia menyebut sebanyak 8.110 ton daging industri yang dialihkan ke pasaran itu akan dibanderol dengan harga mulai Rp 70 ribu per kg hingga Rp 77 ribu per kg. Ada 10 importir yang akan menjual daging-daging beku tersebut dengan alokasi yang bervariasi mulai dari puluhan, ratusan, hingga 1.000 ton.

"Kalau modal daging Rp 70 ribu per kg, lalu perusahaan impor menjual Rp 75 ribu per kg maka ada keuntungan Rp 5.000 per kg. Bayangkan dia jual 1.000 ton daging dengan keuntungan Rp 5.000 maka untung totalnya Rp 5 miliar," katanya.

Sementara itu, Asosiasi Industri Pengolah Daging Indonesia (Nampa) menyatakan pihaknya dapat mengambil untung dua persen hingga tiga persen per kilogram dari daging impor yang dialihkan peruntukannya dari industri hotel, restoran dan katering (horeka) ke konsumsi masyarakat.

Dialihkannya pasokan daging untuk industri ke pasaran dilakukan sesuai instruksi Menteri Pertanian sebagai salah satu upaya menekan harga daging sapi yang melambung sejak sebelum Ramadhan.

"Secara persentase, keuntungannya itu 2-3 persen per kilogram. Yang dijual paha depan yang memang lebih murah dari paha belakang," kata Ketua Umum Nampa Ishana Mahisa dalam jumpa pers "Evaluasi Kelancaran Importir Daging Sapi dari Luar Negeri untuk Mendukung Stabilitasi Harga Selama Ramadhan dan Idul Fitri" di Jakarta, Senin (20/6).

Ishana menjelaskan, daging sapi yang nantinya digelontorkan ke pasar murah adalah daging beku khusus bagian paha depan sehingga para importir masih bisa meraup keuntungan. Ia juga meyakinkan bagian paha depan juga masih layak diolah menjadi rendang atau olahan khas Indonesia lainnya.

Ia mengatakan, daging industri yang dialihkan ke pasaran tidak menjadi masalah bagi pihaknya lantaran importir mendapatkan daging dengan cara trimming (potongan) dan bulky (curah). "Karena pengertian daging industri adalah lemaknya 15 persen dan dagingnya 85 persen. Ada juga lemaknya lima persen dan daging 95 persen, itulah yang kami jual. Pada praktiknya orang Indonesia tidak begitu suka yang ada lemaknya," ujarnya.

Ada pun sisa daging yang tak dijual ke pasaran, kata Ishana, akan dicadangkan untuk kebutuhan industri horeka. "Kalau berkurang berbahaya sekali, jadi sebagian untuk horeka dan sebagian untuk masyarakat. Jadi industri tetap dipenuhi," ujarnya.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement