REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaku industri di sekitar aliran Sungai Citarum masih banyak yang tidak mengolah limbahnya secara baik. Berbagai limbah terutama cair, dibuang begitu saja dalam ke aliran sungai terpanjang di Jawa Barat ini.
Kondisi ini terlihat saat Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar bersama Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jabar melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pabrik di kawasan Kamasan, Banjaran, Kabupaten Bandung, Selasa (21/6).
Saat sidak ke PT Surya Usaha Mandiri, Deddy menemui limbah cair yang pekat dari pabrik tekstil tersebut dibuang begitu saja ke Sungai Cisangkuy yang merupakan anak Sungai Citarum.
Berdasarkan pantauan, selain limbah cair yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3), limbah padat seperti sisa batu bara disimpan begitu saja tanpa penanganan khusus. Selain itu, menurut Deddy, pabrik yang nakal itu diketahui membuat instalasi limbah 'siluman' untuk mengelabui pemeriksa.
Tidak hanya itu, menurut Deddy, banyak pelaku usaha yang menggunakan air tanah dengan jumlah yang banyak sehingga mengancam cadangan air masyarakat. Seperti di Kahatex, sumur artesisnya ada 21.
"Masyarakat rugi. Yang disedot air bersih, terus yang dibuang ke sungai air kotor (limbah). Ini mengambil hak hidup di masa akan datang," katanya.
Deddy menilai, kondisi ini sangat ironis di saat Pemerintah Provinsi Jabar gencar-gencarnya melakukan normalisasi Sungai Citarum. Terlebih, industri yang tidak mengolah limbahnya dengan baik ini sudah mendapat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Deddy mengatakan, lemahnya penegakkan hukum menjadi salah satu penyebab membandelnya pelaku usaha tersebut. "Enggak ada yang disetop buang limbah BR. Ini salah satu wajah penegakkan hukum kita," kata Deddy.
Lemahnya penegakkan hukum, kata Deddy, memancing pelaku usaha untuk tidak melakukan pengolahan limbah dengan baik. Jadi, penanganan limbah industri ini tidak bisa jika hanya mengandalkan penegakkan hukum saja.
Dibutuhkan kesadaran semua pihak untuk mengatasi persoalan limbah ini. Termasuk, masyarakat dan karyawan pabrik itu sendiri. "Karena kalau pabrik ditutup, mereka (pelaku usaha) menggunakan karyawan sebagai alasannya," katanya.
Industri nakal tersebut, kata dia, harus dimasukan ke dalam daftar hitam. Selanjutnya, nama-nama perusahaan itu akan diumumkan ke khalayak ramai khususnya pembeli agar produk mereka tidak laku di pasaran.
Pemerintah, kata dia, harus mengumumkan industri nakal tersebut. Sehingga, pembeli tidak mau membeli produk ini. "Akan diusulkan ke KLH dan Kementerian Perindustrian," katanya.
Dikatakan Deddy, pabrik-pabrik di kawasan Bandung Raya ini seharusnya direlokasi ke dalam satu kawasan industri. Hal ini diyakini mampu menekan dampak akibat pembuangan limbah yang sembarangan.
"Sudah ngomong dengan BPN, prinsipnya disetujui di Rancaekek jadi kawasan industri," katanya.