REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kedua kasus 'Kopi Sianida' yang menyebabkan tewasnya Wayan Mirna Salihin telah selesai digelar. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Kisworo menunda proses peradilan dan akan memberi putusan sela pada Selasa (28/6) depan.
Saat sidang berlangsung, jaksa penuntut umum (JPU) memberi jawaban atas nota keberatan atau eksepsi kuasa hukum Jessica Kumala Wongso. Dalam jawaban yang diberikan, JPU yang diwakilkan Ardito Muwardi memohon kepada hakim untuk menolak eksepsi tersebut.
Setelah sidang, Ardito menjelaskan dasar permohonan penolakan tersebut. Menurut dia, eksepsi yang diajukan kuasa hukum hanya berkutat pada subjek berupa racun. Padahal, kata dia, eksepsi yang diajukan seharusnya berkutat pada subjek hukum.
"Bagi kami, yang namanya perencanaan itu bukan uraian tentang objek, tapi uraian tentang subjek," kata Ardito kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Selasa (21/6).
Penetapan dakwaan atas subjek, lanjut dia, atas dasar argumentasi dan riset yang belandaskan hukum dan juridis prudensi dari suatu perundangan.
"Unsur perencanaan itu lebih pada perencanaan terhadap subjeknya, di mana apakah selama melakukan ada semacam niat batin atau ketenangan dalam melakukan perencanaan itu," ucap dia.
Sebelumnya, pada persidangan pertama tim kuasa hukum Jessica yang ketuai Otto Hasibuan mengajukan nota keberatan. Dalam nota keberatan tersebut, pokok masalah yang diajukan adalah asal mula natrium sianida dan proses pembunuhan berencana yang dianggap memunculkan missing link.
Memangapi hal itu, Ardito mengatakan, pembunuhan berencana bukan semata-mata objek yang mengakibatkan kematian. "Namanya pembunuhan berencana itu dia merencanakan bunuh pakai pisau, ternyata bunuh pakai cangkul ya bisa aja. Intinya pembunuhan berencana adalah niat batinnya," jelas dia.