REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai wacana penerapan sistem pelat kendaraan ganjil-genap menunjukkan adanya kegamangan Pemprov DKI Jakarta mengatasi kemacetan di Jakarta. YLKI menduga ada kepentingan ekonomi jangka pendek untuk menguntungkan pihak tertentu.
"Hari gini masih gamang mengatasi kemacetan di Jakarta, aneh bin ajaib. Ada apa?" kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Selasa (21/6).
Dibanding sistem ganjil genap, Tulus menyarankan lebih baik Pemprov DKI menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) yang sudah jelas dan tegas regulasinya, baik di level undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah. "Kurang apalagi sih? Sementara sistem ganjil-genap tidak punya sandaran regulasi yang kuat. Hari gini kok masih dengan sistem coba-coba untuk mengatasi kemacetan di Jakarta," ujarnya.
YLKI mempersilakan Pemprov DKI menghapus sistem 3 in 1. Namun penggantinya haruslah dengan sistem pengendalian lalu lintas yang lebih kuat yakni ERP.
Pemrov DKI diminta jangan berwacana dengan sistem ganjil-genap, apalagi sampai diterapkan. "Itu sistem yang sudah usang, langkah mundur," kata Tulus.
Pemprov DKI Jakarta akan membatasi kendaraan bermotor dengan sistem pelat ganjil genap. Sistem tersebut akan diberlakukan di empat jalan protokol di Jakarta, yakni Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman, Gatot Subroto, dan HR Rasuna Said.
Pembatasan kendaraan dengan sistem pelat ganjil genap akan dilakukan dengan hanya memperbolehkan kendaraan dengan pelat genap melintas pada tanggal genap. Sebaliknya kendaraan dengan pelat ganjil hanya diperbolehkan melintas pada tanggal ganjil. Adapun waktu pelaksanaannya akan dilakukan pada pukul 07.00 WIB hingga 10.00 WIB dan 16.00 WIB sampai 20.00 WIB.