Rabu 22 Jun 2016 00:30 WIB

Menarik Wisatawan dengan Parade 1001 Kuda Sumba

KUDA PANTAI PADANG. Anak-anak menunggangi seekor kuda yang disewakan di kawasan pantai Purus, Padang, Sumbar, Senin (29/4).
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
KUDA PANTAI PADANG. Anak-anak menunggangi seekor kuda yang disewakan di kawasan pantai Purus, Padang, Sumbar, Senin (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Marius Jelamu mengatakan akan menggelar parade 1001 Kuda Sandelwood di Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur pada 2017 sebagai ajang pariwisata untuk menarik wisatawan ke daerah ini.

Parade kuda ini akan menjadi event tahunan untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara berkunjung ke daerah itu mewujudkan target 880 ribu wisatawan yang ditargetkan dalam tahun 2016 ini," katanya di Kupang, Selasa.

Menurut dia, parade kuda tersebut akan melibatkan empat kabupaten di Sumba yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya. Namun saat ini baru Kabupaten Sumba Timur yang siap menggelar parade ini.

"Dalam waktu dekat kita akan rapat koordinasi bersama kepala dinas pariwisata kabupaten dan kota se-NTT untuk membicarakan rencana parade kuda ini," katanya.

Seperti diketahui, kuda Sumba umumnya mempunyai perawakan yang lebih besar dibanding kuda-kuda di pulau sekitarnya seperti Flores, Timor, Rote dan Sabu. Apa yang membuat kuda di pulau yang disebut orang Belanda sebagai Sandelhout Eiland ini mempunyai perawakan yang rata-rata lebih besar dari kuda lainnya di NTT maupun di Indonesia.

Dalam bahasa Inggris, umumnya kuda-kuda di NTT, bahkan di Indonesia, disebut "pony" dan dibedakan dari "horse".

Walaupun keduanya digolongkan dalam jenis equine, yang sering dipakai sebagai ukuran untuk membedakan keduanya adalah ukuran tinggi. Horse dewasa adalah kuda yang tingginya 14.2 tangan (58 inchi atau 147 cm) atau lebih, sedangkan pony dewasa setinggi-tingginya adalah 14.2 tangan atau kurang. Perbedaan pony dan horse bisa dilihat di sini.

Asal muasal kuda Sumba yang tinggi dan besar ini sebenarnya dimulai pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Situasi Sumba yang kaotik disebabkan oleh perang suku-suku membuat pemerintah kolonial menempatkan seorang kontroleur bernama S. Roos di Sumba pada tahun 1866.

Sejarah mencatat sebenarnya dalam waktu yang cukup lama pemerintah VOC maupun pemerintah kolonial Belanda tidak memperhatikan Sumba.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement