REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran imam-imam dari luar negeri di masjid-masjid Indonesia memang diperbolehkan. Namun, kedatangan mereka harus bisa memiliki dampak yang positif, terutama bagi umat Muslim di Indonesia.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, mengatakan masjid-masjid di Indonesia memang sah-sah saja mendatangkan imam dari luar negeri, termasuk imam-imam dari Madinah selama bukan suci Ramadhan. Namun, ia mengingatkan agar siapapun yang dihadirkan harus memiliki aspek positif dalam kedatangannya, termasuk soal kejelasan asal-usul imam yang didatangkan tersebut.
"Sah-sah saja sepanjang mereka lebih baik, jadi harus memberikan dampak positif dan harus jelas latar belakang mereka," kata Nasaruddin kepada Republika.co.id, Selasa (21/6).
Dampak positif, lanjut Nasaruddin, bisa berupa bacaan yang lebih fasih dan suara yang lebih merdu, sehingga bisa memberikan rasa khusuk yang lebih kepada jamaah dan produk-produk lokal. Imam-imam lokal, bisa ikut belajar dan memiliki pemahaman jika imam yang didatangkan memiliki bacaan yang lebih baik, karena bisa menjadi semacam pembanding untuk mengukur kualitas mereka.
Ia turut menjelaskan pentingnya identitas dan kejelasan latar belakang imam yang didatangkan, agar jangan sampai dihadirkan mereka yang berasal dari kelompok-kelompok bermasalah dan memberikan ceramah di Indonesia. Pasalnya, doktrin-doktrin kebaikan yang diterima umat bisa tergantung dari apa yang disampaikan seorang imam, dan jadi jangan sampai membawa ideologi yang tidak dibenarkan di Indonesia.
Nasaruddin menerangkan, Masjid Istiqlal sendiri tidak akan memanggil imam-imam dari luar negeri, dan akan sepenuhnya memanfaatkan produk-produk lokal yang memang tidak kalah kualitasnya. Ia menambahkan, Masjid Istiqlal turut akan menggunakan lulusan-lulusan asli Indonesia dari Perguruan Tinggi Al Qur'an (PTIQ), yang malah sering diundang negara-negara Islam di Timur Tengah.