REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelonggaran rasio pembiayaan terhadap nilai agunan (FTV) properti di bank syariah oleh Bank Indonesia dinilai belum akan efektif tahun ini. Sebab, kebijakan ini baru efektif menjelang akhir tahun.
Plt Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono melihat kebijakan ini insya Allah berdampak baik dan akan mendorong ekspansi pembiayaan properti secara umum. Ia memperkirakan relaksasi ini berpotensi menaikan tambahan permintaan sekitar lima persen hingga 10 persen. Namun stimulus ini belum berdampak terlalu besar mengingat sudah memasuki semester dua.
''FTV belum akan efek tahun ini. Memang pembiayaan properti di semester satu2016 turun dibanding semester satu 2015. Tahun ini pembiayaan properti masih akan lebih rendah. Jadi kebijakan ini mungkin baru akan terasa di 2017,'' tutur Imam, baru-baru ini.
Pembiayaan griya di BNI Syariah sepanjang Januari-Mei 2016 mencapai Rp 500 miliar, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 700 miliar.
Menurutnya, pembelian rumah oleh nasabah adalah keputusan jangka panjang dan tergantung persepsi terhadap kondisi ekonomi. Bila kondisi ekonomi belum jelas, nasabah menahan diri membeli rumah. Meski sebagian besar untuk rumah ke dua dan ke tiga, pelonggaran FTV akan meningkatkan permintaan.
Imam memprediksi pada 2017 pembiayaan griya BNI Syariah bisa tumbuh 10-20 persen. Saat ini total pembiayaan griya BNI Syariah mencapai Rp 8,5 triliun dan target Rp 9,5 triliun hingga akhir 2016.
Pertengahan Juni 2016 ini Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan pelonggaran FTV dan LTV untuk mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan dengan tetap hati-hati. Kebijakan ini akan mulai efektif pada Agustus 2016 dan hanya berlaku bagi bank dengan NPF/NPL gross dan NPF/NPL properti di bawah lima persen.