REPUBLIKA.CO.ID, FALLUJAH -- Sabah Hassan, warga Fallujah, Irak mengeluhkan kondisi tak manusiawi bagi pengungsi. Menurutnya warga sipil adalah satu-satunya yang membayar harga konflik yang berkecamuk.
"Apa yang terjadi pada kita tak adil, kami tak melakukan apa-apa," ujarnya.
Hassan menyalahkan pemerintah Irak atas situasi menyedihkan di kamp-kamp pengungsi. Ia mengatakan, para pengungsi menderita kekurangan persediaan makanan selama berbulan-bulan dan tampaknya penderitaan tersebut tak akan berakhir dalam waktu dekat.
"Ini adalah bulan suci Ramadhan, dan kita sedang berpuasa. Kami hampir tidak memiliki cukup makanan di kamp, dan air sangat langka," kata Hassan.
Pekerja bantuan di Kementerian Migrasi dan Pengungsi Irak Shaker Mahmoud Hadi, menggambarkan situasi pengungsi benar-benar sebuah bencana. Ia menjelaskan banyak keluarga tak memiliki tempat tinggal. Mereka bahkan menurutnya tak diberi tenda.
"Sumber daya tak memadai, kami hanya bisa menyediakan 30 persen dari keseluruhan pengungsi. Di Amiriyat al-Fallujah, masjid-masjid mendesak orang untuk menyumbang demi membantu para pengungsi. Banyak juga yang merespons dengan membuka rumah mereka dan menjadi tuan rumah keluarga dari Fallujah," ujar Hadi.
Hadi menyerukan masyarakat internasional untuk membantu pemerintah Irak menangani pengungsi.
Warga Fallujah lainnya, Wahab Abbas, mengatakan banyak keluarga di kamp Amiriyat al-Fallujah berbagi tenda dengan keluarga lain. Terkadang menurutnya ada tiga hingga empat keluarga dalam satu tenda.
"Tapi itu lebih baik daripada harus tinggal di tempat terbuka," ujarnya.
Abbas mengisahkan ia masih cukup beruntung masih memiliki uang untuk membeli beberapa persediaan makanan. Sementara banyak keluarga lain tak memiliki apa-apa.
Mereka menurutnya bergantung pada apa yang diberikan kepada mereka. Abbas mengatakan ini sulit untuk semua orang, suhu tinggi di siang hari dan tak ada air bersih.
Baca: 30 Warga Sipil Raqqa Tewas karena Serangan Udara