REPUBLIKA.CO.ID, LANGKAT -- Saat ini terdapat 29 nelayan tradisional asal Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, yang masih ditahan polisi maritim Malaysia di penjara Pulau Penang. Belum diketahui kapan mereka bisa kembali.
"Sekarang ini masih terdapat 29 nelayan tradisional yang ada disana," kata Direktur Rumah Bahari Pangkalan Brandan Azhar kasim di Pangkalan Brandan, Kamis (23/6).
Azhar Kasim menjelaskan dari beberapa data yang ada pada pihaknya sebelum penangkapan enam nelayan yang terjadi Senin (20/6), terdapat 23 nelayan yang di tahan polisi maritim Malaysia, lalu ditambah penangkapan yang terjadi kemarin sebanyak enam nelayan maka total ada 29 sekarang ini disana.
Dia sangat berharap bantuan dari pemerintah pusat, Kementerian Luar Negeri, Konsul Jenderal Republik Indonesia Penang, DPR-RI, Dinas Kementerian Kelautan Perikanan, Dinas Perikanan Kelautan Sumatra Utara, Dinas Perikanan Kelautan Langkat, Pemda Langkat, untuk dapat membantu pembebasan para nelayan tersebut.
"Sekarang ini bulan Ramadhan sebentar lagi Idul Fitri tentu keluarga nelayan sangat berharap ayah, anak mereka bisa bersama-sama melaksanakan hari raya itu," ujarnya.
Demikian juga dengan harapan keluarga nelayan Masitah yang meminta bantuan pemerintah agar suaminya segera dipulangkan ke Indonesia. Ia sekarang ini bekerja sebagai pembelah ikan asin guna menghidupi anak-anaknya.
"Suamiku ditahan disana hingga sekarang ini belum diketahui kapan kepastian pemulangan mereka, aku hanya berharap dan berdoa pemerintah RI bisa secepatnya memulangkan para nelayan Langkat yang ditahan di Pulau Penang," katanya.
Lain lagi Ana, istri nelayan yang juga ditahan di Pulau Penang, dia mencari upahan cucian untuk bisa menghidupi keluarganya karena suami dan anaknya masih ditahan. Selain mencuci pakaian, dia juga melakoni pekerjaan membelah ikan gulama dan ikan rebung untuk dijadikan ikan asin.
"Hanya bisa untuk menyambung hidup saja dan anak-anak bisa makan," katanya sambil menjelaskan gaji dari upah belah ikan hanya Rp 10 ribu per kilogram.