REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian menjawab isu yang menyebutkan dirinya melanggar hak asasi manusia selama dirinya menjadi anggota maupun Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
"Mengapa ada 122 (terduga teroris) tertembak karena taktik di lapangan saat yang bersangkutan mau ditangkap namun mereka membahayakan petugas dan masyarakat umum," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (23/6).
Dia menjelaskan kejadian bom di Jalan Thamrin Jakarta, para pelaku menembaki personel polisi dan masyarakat sehingga kondisinya membahayakan. Tito mengatakan sebanyak 121 terduga teroris di lapangan ketika ingin ditangkap melakukan perlawanan dan siap menyerang menggunakan senjata.
"Sebanyak 900 lebih terduga teroris masih hidup dan 26 Polisi meninggal dan sekitar 1.000 masyarakat meninggal," ujarnya.
Menurut dia, jangan mengeneralisir bahwa Polri menerapkan model strategi perang dalam pemberantasan terorisme. Selain itu Tito menjelaskan Polri mengontrol secara ketat para anggotanyanya khususnya yang ada di Densus 88 sehingga mekanismenya harus kuat karena saat ini ada Propam, Irwasum, Kompolnas, dan Komisi III DPR sehingga tinggal mengintensifkannya.
"Sehingga kalau ada terduga teroris yang meninggal, anggota langsung diperiksa. Di Polri saat ini jauh lebih terbuka karena tiap unit berkompetisi sehingga biarkan Propam yang memeriksa," katanya.
Tito mengatakan dirinya telah bekerja sama dengan pemerintah dan Komnas HAM untuk memberikan pelatihan kepada anggota Densus 88 agar memahami prinsip menghormati HAM.
Sebelumnya, dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri, Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo mengatakan ada beberapa hal yang harus dijawab calon Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian dalam uji kelayakan dan kepatutan, salah satunya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia selama yang bersangkutan menjadi Kepala Densus 88 Anti Teror.
"Tidak ada pengaduan dari masyarakat ke Komisi III dan KPK serta PPATK menyatakan anda bersih. Namun ada beberapa catatan yang harus dijawab seperti isu pelanggaran HAM selama menjadi Kepala Densus 88," katanya di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan, ada beberapa catatan terkait isu pelanggaran HAM tersebut antara lain tahun 2010 kasus salah tangkap terhadap 15 orang, dalam operasi Cawang ada dua orang tertembak, dan dalam menangkap Nurdin M Top menewaskan empat orang.