REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ada sebanyak delapan Peraturan Daerah (Perda) di Kota Depok yang dibatalkan Pemerintah Pusat. Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jawa Barat (Jabar).
''Kami sedang berkoordinasi dengan Pemprov Jabar, atas dasar pembatalan delapan Perda di Depok. Pihak Pemprov Jabar juga belum menerima tembusannya. Apa dasar pembatalannya,'' ujar Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Depok, Lienda Ratna Nurdiany di Balaikota Depok, Kamis (23/6).
Lienda melanjutkan, Pemerintah Pusat juga belum bisa memberikan kepastian apakah Perda tersebut dicabut secara keseluruhan atau parsial pasal-pasal tertentu, yang dianggap menghambat dan bermasalah. ''Rencananya, pekan ini Pemprov Jabar akan mengundang kota/kabupaten untuk mengadakan rakor setelah ada dasar pertimbangan pembatalan perda,'' jelasnya.
Ia menuturkan, perlu dilakukan kajian dan konsultasi dengan Pemprov Jabar dan Kemendagri terhadap rilis Perda yang telah dikeluarkan Pemerintah Pusat. Bila sebagian pasal saja yang dibatalkan, artinya pemerintah hanya perlu merevisi, bukan mencabut Perda secara keseluruhan.
Soalnya, berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kebijakan daerah berupa Perda bisa dibatalkan Mendagri baik secara keseluruhan atau pasal per pasalnya saja. ''Kalau hanya dibatalkan beberapa pasal saja, bisa direvisi pasal yang bermasalahnya, maka kami diminta untuk klarifikasi lagi ke Kemendagri,'' tutur Lienda.
Menurut Lienda, dari 3.143 Perda yang dibatalkan Presiden Jokowi, ada delapan Perda yang berasal dari Depok. Kedepalan Perda itu, yakni Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah, Urusan Pemerintah, Pajak Daerah, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi, Menara Telekomunikasi, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, serta Retribusi Memperpanjang Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing.