REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki sekitar 250 juta penduduk. Sayangnya, hanya sekitar 1 juta lebih yang taat membayar pajak. Menurut Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT), hal itu berarti kesenjangan sosial di Indonesia sangat tinggi.
"Yang mapan sedikit, yang tidak mapan banyak, makin hari kesenjangan semakin lebar. Ini yang harus ditata ulang,” katanya kepada para santri di Pondok Pesantren Kempek, asuhan KH Mustofa Aqil Siroj, Cirebon, dalam siaran pers, Kamis (23/6).
Menurut dia, basis pembayar pajak yang kecil tersebut menunjukkan ekonomi Indonesia saat ini hanya digerakkan oleh sebagian masyarakat. Hal tersebut terjadi karena Indonesia masuk ke pasar bebas di saat mayoritas masyarakat belum siap baik dari sisi kesejahteraan dan pendidikan.
“Ini yang mengakibatkan ekonomi kita ditopang oleh sebagian kecil masyarakat saja, itulah yang menyebabkan Indonesia sudah merdeka 70 tahun tapi masih belum menjadi negara maju,” ujarnya. HT menyatakan, pada zaman Orde Lama, pasar Indonesia belum terlalu bebas. Kemudian, masuk ke Orde Baru mulai terbuka perlahan-lahan, era reformasi membuat Indonesia semakin terbuka.
Dia mencontohkan perkembangan ekonomi di India. Menurut HT, negara tersebut 30 tahun lalu menerapkan ekonomi liberal. Padahal, masyarakat negara tersebut belum siap dalam kesejahteraan dan pendidikan. Seiring dengan waktu, pembangunan di negara tersebut hanya terkonsentrasi pada kelompok elite. Sampai hari ini, ekonomi India masih kecil, kesenjangan pun semakin lebar.
Dia melanjutkan, posisi Indonesia, saat ini masih sekitar 30 persen dari batasan minimum pendapatan per kapita negara maju sebesar 12 ribu dolar AS. Tanpa mengubah strategi ekonomi, sambung dia, Indonesia akan sulit untuk menjadi negara maju. Sebab yang bertumbuh menjadi penopang ekonomi terkonsentrasi di kalangan atas yang jumlahnya sedikit.