REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak lengkap rasanya membicarakan sosok Bacharuddin Jusuf Habibie tanpa mengulas cita-cita dari pria kelahiran 25 Juni 1936 ini dalam membangun bangsa. Ketika berada di ambang kematian saat masih berusia 21 tahun, Habibie bahkan sempat bersumpah untuk membangun negara tercinta.
Bagi penulis skenario sekaligus buku Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner, Gina S.Noer, Habibie merupakan sosok yang kompleks. Pasalnya, tiap bagian perjalanan hidup Habibie menyimpan kisah yang menarik. Akan tetapi, satu babak hidup Habibie yang tak akan pernah Gina lupakan ialah masa ketika Habibie masih menjadi mahasiswa di Jerman pada 1955-1965.
Di masa itu, lanjut Gina, tingkat pendidikan di Indonesia yang baru merdeka masih sangat rendah. Buta huruf masih banyak ditemukan. Menjadi mahasiswa merupakan suatu pencapaian yang istimewa, apalagi jika sampai terpilih untuk ke luar negeri seperti Habibie.
Selain sebagai mahasiswa terpilih yang memiliki kecerdasan luar biasa, Gina melihat Habibie juga cekatan dalam menangkap apa yang menjadi masalah bangsa. Meski raganya berada di Jerman, jiwa, tenaga, dan pikiran Habibie tetap tercurah untuk ikut membangun bangsa yang baru merdeka dan sedang bergolak.
"10 hingga 15 tahun kemerdekaan, kompleks banget kan. Nggak cuma ngomongin baru merdeka, tetapi tentang pembangunan, negara yang masih miskin, kemudian banyak ideologi yang saling bertarung, dan bagaimana hubungan politik sama mahasiswa," jelas Gina kepada Republika.co.id.
Di Jerman, Habibie mencoba menjawab pergolakan tersebut. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Aachen mengusulkan penyelenggaraan Seminar Pembangunan. Sejak mengeluarkan ide tersebut, Habibie berupaya keras sejak 1957 hingga 1959 agar seminar tersebut dapat terselenggara.
Ketika rekan-rekan panitia penyelenggara Seminar Pembangunan sudah pulang dan tidur, Habibie seringkali masih terus bekerja. Tak jarang, Habibie melewatkan waktu tidurnya selama berhari-hari demi mengurus Seminar Pembangunan tersebut.