REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Saat ini Inggris menguasai pangsa pasar keuangan global mencapai 20 persen. Karenanya, rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan sangat berpengaruh pada pasar keuangan Benua Biru. Hal ini dinilai bisa pula memengaruhi keuangan Islam yang memanfaatkan Inggris sebagai pintu masuk zona Eropa.
Sejak mulai memiliki produk pembiayaan syariah untuk perumahan pada 1990-an, Inggris jadi negara Barat paling maju di sektor keuangan syariah. Sukuk korporasi kemudian diluncurkan satu dekade kemudian. Pada 2014, Inggris jadi negara Eropa pertama yang menerbitkan sukuk pemerintah dan dicatatkan di Bursa Efek London (LSE).
Langkah ini terus menarik minat negara-negara Timur Tengah dan para miliarder Muslim mencari jalan memasuki pasar Eropa melalui Inggris mengunakan jasa keuangan Islam yang ada di sana. Dengan peningkatan jumlah Muslim di Eropa, permintaan atas jasa keuangan Islam di Eropa meningkat.
Belakangan, lembaga jasa keuangan berizin, termasuk lembaga keuangan Islam, boleh mengembangkan bisnis ke negara Eropa mana saja termasuk negara-negara anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), dengan atau tanpa kantor cabang. Ini memungkin bank, manajer investasi, manajemen aset, perusahaan asuransi, dan penyedia jasa pembayaran bebas mengakses pasar Eropa.
''Ini akan tergantung pola Brexit yang diambil. Meninggalkan Uni Eropa bisa berarti pelarangan akses ke pasar Eropa bagi lembaga keuangan di bawah regulasi Inggris. Negara-negara ke tiga juga akan mengikuti Inggris atau tetap berada di Eropa tanpa bisa meminta legislasi lembaga jasa keuangan,'' ungkap ahli hukum jasa keuangan firma hukum Herbert Smith Freehills di London, Karen Anderson seperti dikutip Gulf Times, awal pekan ini.