REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjadi yang ketiga sebagai orang nomor satu Republik Indonesia (RI), Bacharuddin Jusuf Habibie meninggalkan sejumlah warisan berharga untuk bangsa. Warisan itu bukan hanya berupa film kisah cinta masa mudanya yang membuat publik terpana dengan berurai air mata.
Lebih jauh dari itu, Habibie bertindak sebagai kepala negara yang menetapkan sejumlah pondasi perekonomian ala teknokrat, sehingga terasa cerdas dan terukur dampak positif-negatifnya.
Habibie di awal kepemimpinannya pada 21 Mei 1998 ditantang sejumlah persoalan yang tak sederhana. Ia harus melakukan sejumlah pemulihan ekonomi yang mengalami krisis kronis pascarezim Soeharto runtuh.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai, permasalahan ekonomi kala itu membutuhkan penyelesaian yang sangat teknis, dan Habibie beserta jajarannya cukup mampu menjawabnya.