Jumat 24 Jun 2016 18:50 WIB

KPK Belum Terima Laporan Gratifikasi dari Sekjen Kementerian PU

Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pelebaran jalan di Maluku dan Maluku Utara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/6).
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pelebaran jalan di Maluku dan Maluku Utara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi belum menerima laporan gratifikasi dari Sekjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) Taufik Widjoyono.

"KPK belum menerima laporan gratifikasi tersebut, kemungkinan besar tidak diterima oleh Direktorat Gratifikasi tapi tindak lanjut akan penerimaan itu akan di-update oleh Direktorat Penindakan tapi memang belum ada pelaporan 10 ribu dolar AS tadi di direktorat gratifikasi," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono di gedung KPK Jakarta, Jumat (24/6).

Pada sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (22/6), Taufik mengaku menerima 10 ribu dolar AS dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian PUPR Amran Hi Mustary. Namun menurut Taufik, ia sudah mengembalikan uang itu.

"Saya terima karena waktu itu anak saya mau nikah, lalu beliau (Amran) datang ke kantor yaitu pada Oktober. Dalam hal ini saya anggap itu pribadi, tapi sudah saya kembalikan, lalu tanda terima dikasi ke KPK," kata Taufik pada Rabu (22/6).

Namun Taufik mengembalikannya pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti pada 13 Januari 2016, artinya pengembalian kepada Amran itu terjadi lebih dari 30 hari setelah pemberian.

Amran tidak hanya memberikan kepada Taufik, tapi ia juga memberikan uang 5.000 dolar AS kepada Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian PUPR A Hasanudin.

"Kalau pemberi memberikan sesuatu yang remeh seperti sarung tentu pimpinan KPK akan mempertimbangkan lebih jauh apakah meneruskan hal itu ke penyidikan dengan memperhitungkan 'cost dan benefit' tapi kalau nilainya lebih besar dari itu, pimpinan akan mempertimbangkan dilanjutkan ke penindakan, jadi bila ada laporan maka akan dilanjutkan ke pimpinan," tambah Giri.

Tapi Giri menegaskan bahwa pihaknya tidak menerima laporan gratifikasi tersebut. "UU tidak mengenal khilaf, jadi siapapun yang melanggar UU dengan menerima gratifikasi terkait jabatan, berlawanan dengan kewajiban, dan lebih 30 hari, dapat dipidana minimal 4 tahun sampai seumur hidup," tegas Giri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement