Sabtu 25 Jun 2016 01:23 WIB

Kontras: Dewan Pengawas Densus 88 Harus Melekat pada Polri

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Personil Densus 88 Antiteror (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Personil Densus 88 Antiteror (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Koordinator Kontras, Puri Kencana Putri menilai Dewan Pengawas Densus 88 Antiteror harus melekat pada mekanisme internal kepolisian. Sebab, hal tersebut dapat menjadikan Polri sebagai institusi yang bisa bekerja sesuai prosedur dan menjunjung nilai kemanusiaan.

Ia menilai mekanisme internal Polri tersebut harus dilengkapi dengan standar pengawasan yang khas, utamanya untuk mengukur kapasitas personel di lapangan. Termasuk juga evaluasi pengambilan kebijakan keamanan khusus dan luar biasa, karena Densus 88 dibentuk untuk merespons tindakan teror.

"Polri punya mekanisme internal yang namanya profesi dan pengamanan (Propam), juga harus dilengkapi dengan mekanisme khusus internal evaluasi kepolisian untuk mengukur dan memberikan fungsi koreksi yang kuat pada tindakan yang potensi sewenang-sewenang diambil personel Densus 88 dalam menafsirkan kebijakan," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (24/6).

Puri mengatakan dewan pengawas itu harus ada di ruang internal dan eksternal. Sebab Densus 88 AT bukanlah lembaga superbody yang tidak bisa diaudit tindakannya. Perbaikan infrastruktur fungsi koreksi pengawas internal dan eksternal menjadi sangat penting.

Ia menjelaskan, fungsi koreksi ini dalam arti bisa mengkoreksi kebijakan, operasionalisasi kebijakan, koreksi kesewenang-wenangan anggota Densus di lapangan, serta bisa menyediakan mekanisme keluhan.

Hingga temuannya bisa dipakai untuk koordinasi dengan lembaga pengawas publik lainnya seperti Komnas HAM dan LPSK untuk mendapatkan beberapa akses seperti Perlindungan saksi dan Korban, dan pemulihan hak-hak korban dan keluarga jika ditemukan unsur pelanggaran HAM

Selain itu, kunci pengawasan lainnya ada juga di Kompolnas, sebagai pengawas eksternal dan DPR RI sebagai pengawas pengambilan kebijakan keseluruhan Polri, termasuk soal penggunaan anggaran belanja negara untuk ranah anti teror

Puri menilai, keengganan cakapolri tito, harus diperjelas lagi. Apakah dia enggan untuk membentuk badan baru, atau dia enggan untuk menambahkan fungsi dan pembaharuan sistem pengawasan internal eksternal kepolisian.

"Jika keberatannya pada hal kedua, saya pikir tito belum memiliki visi progresif sebagaimana teori dan wacana keamanan itu sudah maju transformatif," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement