REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Bali beberapa waktu lalu, dinamika organisasi di tubuh Partai Golkar nampaknya masih terus terjadi.
Perbedaan sikap, pendapat dan pernyataan di antara berbagai jajaran elit Partai Golkar terus terlihat. Hal tersebut mengambarkan bahwa riak-riak pertarungan politik dalam tubuh Golkar pada saat Munaslub Partai Golkar masih tersisa sampai saat ini.
Ormas bentukan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Dewan Pimpinan Pusat (Depipus) Baladhika Karya, menilai fakta tentang riak-riak politik yang demikian, tentunya dapat direspons dengan cepat oleh masyarakat, apalagi di era yang serba digital seperti saat ini.
"Di mana dampak jangka pendek maupun jangka panjang dapat memunculkan benih-benih konflik dan perpecahan sebagaimana yang melanda Golkar beberapa waktu lalu," ujar Ketua Umum Depipus Baladhika Karya Hendryk L Karosekali di Jakarta, Ahad (26/6).
Termasuk terbentuknya opini negatif terkait dengan eksistensi Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto. Sebagai bagian dari Golkar, Baladhika Karya memandang semua jajaran pengurus, elit dan tokoh-tokoh Golkar perlu membangun soliditas.
Baik itu di antara tokoh-tokoh partai, elit partai, jajaran pengurus termasuk kader-kader Golkar khususnya yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, maupun kader-kader yang duduk dalam jajaran lembaga legesltif, baik di tingkat DPR RI maupun DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota se-Indonesia.
Hendryk menyebut tunduk dan patuh terhadap keputusan-keputusan DPP Partai Golkar adalah sesuatu yang wajib dan harus diimplementasikan oleh semua kader-kader Golkar. "Termasuk salah satunya adalah sikap Golkar yang mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)," kata dia.